Jakarta, innews.co.id – Pengujian UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, khususnya Pasal 28 ayat (3), kembali bergulir di Mahkamah Konstitusi.
Pemohon mempersoalkan rangkap jabatan Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) Prof Otto Hasibuan, yang saat ini dipercaya sebagai Wakil Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Republik Indonesia.
“Banyak orang tidak memahami rangkap jabatan, khususnya terhadap advokat. Tanpa membaca aturan yang ada, mereka langsung menggugat,” kata Dr H. Sutrisno, SH., MHum., Wakil Ketua Umum DPN PERADI, dalam keterangan resminya, di Jakarta, Kamis (26/6/2025).
Dijelaskan, profesi advokat itu sifatnya independen, tidak dibiayai oleh negara. Pun, organisasi advokat (OA) juga independen dan mandiri.
“Keberadaan Prof Otto Hasibuan sebagai Wamen Kumhamimipas tidak bertentangan dengan kedudukannya sebagai advokat, juga dalam jabatannya sebagai Ketum DPN Peradi,” ujar Sutrisno.
Hal ini sejalan dengan ketentuan UU Nomor 39 Tahun 2008 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 61 Tahun 2024 tentang Kementerian Negara yang tidak melarang pejabat negara merangkap sebagai pengurus organisasi profesi.
Dia menjelaskan, Pasal 20 ayat (3) UU 18/2003 menyebutkan, “Advokat yang menjadi pejabat negara tidak melaksanakan tugas profesi advokat selama memangku jabatan tersebut”.
Artinya, Prof Otto selama menjabat sebagai Wamen tidak berpraktek advokat. Hal itu linier dengan Pasal 3 huruf (i) Kode Etik Advokat Indonesia yang menyatakan bahwa seorang advokat yang kemudian diangkat untuk menduduki suatu jabatan Negara (Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif), tidak dibenarkan untuk berpraktek sebagai advokat dan tidak diperkenankan namanya dicantumkan atau dipergunakan oleh siapapun atau oleh kantor manapun dalam suatu perkara yang sedang diproses/berjalan selama ia menduduki jabatan tersebut.
“Yang tidak boleh sesuai UU Advokat adalah pimpinan OA tidak dapat dirangkap dengan pimpinan partai politik, baik di tingkat pusat maupun daerah,” serunya.
Sutrisno menegaskan, dari uraian diatas sudah jelas bahwa tidak ada larangan terkait rangkap jabatan seorang pejabat negara dengan menjadi pimpinan di organisasi profesi.
Dia menambahkan, dalam putusan MK No 14 tahun 2006 disebutkan bahwa PERADI pada dasarnya adalah organ negara dalam arti luas yang bersifat mandiri (Independent State Organ), yang melaksanakan fungsi negara.
“Peradi yang dibentuk dari UU 18/2003 merupakan organisasi profesi yang bebas dan mandiri. Dalam prakteknya, seluruh kegiatan Peradi dibiayai secara mandiri melalui iuran anggota, pemasukan dari biaya pendidikan advokat, ujian profesi advokat, dan tanpa ada bantuan dari pemerintah, melalui APBN,” urai Ketua Umum DPP IKADIN periode 2015 – 2022 ini.
Pasti mampu
Dirinya yakin, Prof Otto Hasibuan akan mampu menjalankan tugasnya sebagai Wamen dan Ketua Umum Peradi. “Saya kenal Prof Otto sudah lama sekali. Beliau bukan saja smart, tapi juga tegas dan bijaksana,” ungkapnya.
Diyakini tidak akan terjadi conflict of interest dalam perjalanannya. Sebab dalam prakteknya, seluruh pengurus DPN Peradi dapat menjalankan tugasnya sebagai pengurus sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Dibalik gugatan
Advokat senior yang juga seorang pengajar ini melihat ada indikasi berupa keinginan agar OA di Indonesia tetap multi-bar. Padahal, UU 18/2003 menganut asas single bar.
“Kalau dengan alasan berserikat dan berkumpul itu hak warga negara, maka silahkan saja mendirikan OA. Namun, yang memiliki kewenangan mengadakan pendidikan, ujian advokat, termasuk memberi sanksi bagi advokat yang melanggar kode etik adalah Peradi,” tukas Sutrisno.
Dirinya menegaskan, dengan single bar, akan memudahkan pemberian sanksi bagi setiap advokat yang melanggar Kode Etik Advokat. Selain itu, dengan satu OA akan dapat meningkatkan kualitas advokat. “Yang sekarang banyak terjadi, kalau seorang advokat diberi sanksi di suatu OA bisa loncat ke OA lain yang menerimanya. Kalau begitu, yang rugi adalah para pencari keadilan (masyarakat),” terang Sutrisno.
Waketum Peradi berharap agar siapapun di republik ini harus taat terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Karena dengan sikap tertib hukum, maka negara ini akan ada keadilan yang dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. (RN)