Jakarta, innews.co.id – Kebijakan pelonggaran Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) melalui Perpres No. 46 Tahun 2025, merupakan salah satu upaya memperkuat industri nasional dengan meningkatkan penggunaan produk dalam negeri, sejalan dengan upaya memperdalam struktur industri dan meningkatkan daya saing.
Namun, pelonggaran TKDN tidak bisa dipukul rata. Sebaiknya dipilah-pilah karena ada produk lokal yang perlu dilindungi.
“Relaksasi TKDN mungkin lebih tepat untuk sektor pertanian, perkebunan, perikanan, tekstil padat karya, dan makanan/minuman olahan,” kata Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta, Diana Dewi, dalam keterangan persnya, di Jakarta, Kamis (18/9/2025).
Menurutnya, belum semua bahan baku untuk berbagai keperluan industri bisa diproduksi dalam negeri. Jangan sampai kebijakan tersebut justru malah mematikan korporasi yang mengandalkan bahan baku impor.
Risiko
Relaksasi TKDN memiliki sejumlah risiko yakni, penurunan daya saing industri dalam negeri, potensi peningkatan PHK, hilangnya lapangan kerja dan deindustrialisasi, melemahnya daya tarik investasi karena berkurangnya dorongan untuk berproduksi lokal, serta ketergantungan yang meningkat pada produk impor.
“Yang mungkin saja terjadi, investor asing akan lebih memilih untuk mengimpor produk jadi daripada membangun fasilitas produksi di Indonesia. Selain itu, kemampuan produksi pengolahan dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan yang ada. Ini menjadi tantangan tersendiri,” ujar pengusaha sukses ini.
Meski begitu, relaksasi TKDN dapat menjadi peluang untuk memperkuat daya saing dan menarik investasi lanjutan, terutama di sektor teknologi dan energi terbarukan. Oleh karena itu, pemerintah perlu mempertimbangkan dampaknya secara cermat sebelum membuat keputusan.
Selain bisa mendorong masuknya investor, relaksasi TKDN juga membuka peluang perusahaan lokal bekerja sama (joint venture) dengan investor asing karena daya saingnya telah meningkat. (RN)











































