Jakarta, innews.co.id – Pro kontra dalam pemberian gelar Pahlawan Nasional terhadap 10 tokoh bangsa, sesuatu yang wajar di alam demokrasi.
“Apa yang tidak pro kontra di negara ini? Semua pasti ada pro kontranya. Itu wajar-wajar saja,” kata pengamat politik kawakan Dr. John N. Palinggi, MM., MBA., terkait penganugerahan gelar Pahlawan Nasional yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto, di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025).
Dijelaskan, penetapan Pahlawan Nasional telah melalui proses berjenjang dari bawah. Juga telah melalui proses verifikasi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang kompeten, sebelum akhirnya diputuskan oleh Presiden RI.
Namun, ada hal yang lebih penting lagi daripada sekadar penetapan para tokoh bangsa menjadi pahlawan nasional.

“Setiap kali kita merayakan Hari Pahlawan, adakah kita juga memikirkan bagaimana perjuangan mereka hingga mengorbankan nyawa dalam merebut kemerdekaan dan mempersembahkan karya-karya terbaiknya bagi bangsa dan negara. Mungkin hanya segelintir yang memikirkan hal tersebut. Kita hanya menghormati para pahlawan, tapi pernahkah kita merenungkan betapa luar biasanya pengorbanan mereka sehingga kita ada sebagaimana terlihat di hari ini. Saya merasa bisa maju dan hidup baik seperti ini salah satunya karena jasa-jasa mereka,” ujar Ketua Umum Asosiasi Mediator Indonesia (Amindo) ini.
Mereka ditetapkan sebagai pahlawan nasional karena memang ada pengorbanan dan maha karya bagi bangsa ini. Yang perlu dikritisi adalah mengapa taman makam pahlawan (TMP) diisi juga dengan orang yang tidak bertempur atau berkarya, melainkan hanya duduk-duduk di kursi empuk saja?
“Itu perlu diluruskan. Kalau bisa jangan digabung, buatkan saja tempat pemakaman lain yang disediakan oleh negara bagi orang-orang yang dipandang berjasa dalam karirnya sebagai aparatur sipil negara,” usul John.
Pahlawan nasional
Diketahui, pahlawan nasional adalah gelar tertinggi yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia kepada mereka yang gugur dan berjasa luar biasa dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Juga kepada mereka yang semasa hidupnya berkarya luar biasa untuk kemajuan bangsa dan negara.

“Jadi, kalau tidak masuk kategori ini jangan meminta-minta, bahkan sampai mengemis untuk dijadikan pahlawan nasional. Apalagi mereka yang sudah merampok uang negara,” cetus John Palinggi.
Ditambahkannya, dipilihnya ke-10 penerima gelar Pahlawan Nasional sudah melalui pemikiran yang mendalam dari Presiden Prabowo. “Tidak hanya pro kontra, tapi juga tuduhan-tuduhan. Sudahlah, kita lelah bertikai, saling memojokkan, dan mencemooh. Tidak selalu kita dipuaskan di bangsa ini, tetapi berusahalah bisa beradaptadi dan menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau kelompok,” tukas John.
Dengan begitu, kita bisa hidup rukun damai, dan bersatu serta memiliki damai sejahtera.
Ketua Umum Asosiasi Rekanan Pengadaan Barang dan Distributor (Ardin) ini melanjutkan, nilai utama dari para pahlawan bukan hanya keberanian, tetapi juga kejujuran, disiplin, dan kesederhanaan.
Dua dari 10 nama pahlawan nasional yang menjadi perdebatan adalah Jenderal Besar TNI (Purn) H.M. Soeharto dan Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo.
Bagi John, Soeharto memiliki peran penting dalam meletakkan pondasi pembangunan bangsa ini. “Jangan hanya melihat dari kekurangannya saja, tapi pernah tidak kita menyadari bagaimana Pak Harto bekerja keras untuk membangun bangsa ini,” pintanya.
Sebagai manusia biasa, tentu presiden pun memiliki kekurangan. Tapi, kalau hanya melihat kekurangan orang saja, apalagi para pemimpin, kita tidak akan pernah bisa membangun bangsa sebesar ini.
Demikian juga dengan Sarwo Edhie Wibowo, yang memiliki karakter tegas disiplin, dan tegak lurus. Dirinya merintis pembentukan Komando Pasukan Sandhi Yudha (Kopassandha), yang kini dikenal dengan Kopassus.
“Banyak kita hanya mengurus hal yang remeh temeh alias kecil, tapi mengabaikan yang besar yakni, persatuan dan kerukunan nasional. Pandai-pandailah menghargai sejarah dan siapapun pemimpin bangsa. Kita tidak akan maju bila hanya memupuk kebencian-kebencian di masa lalu,” imbuh pengusaha nasional pemilik APEC Bussiness Travel Card, bebas visa bepergian ke 19 negara Asia Pasifik sejak 2001 sampai kini. (RN)












































