Jakarta, innews.co.id – Budaya Toraja merupakan warisan sejarah turun temurun. Upaya melestarikannya terus dilakukan. Salah satunya melalui pameran foto karya dari tiga fotografer senior yakni, Hasiholan Siahaan, Maman Sukirman, dan Muctamir, diadakan di Institut Français Indonesia (IFI Wijaya), Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Mengusung tema “Toraja Rumah Para Leluhur: Tradisi yang Menantang Waktu” ini, ditampilkan sebuah peradaban yang hingga kini masih terjaga dan dilaksanakan oleh warga Toraja.
Pengunjung diajak menyaksikan sebuah tradisi turun temurun, mulai dari upacara Rambu Solo hingga ritual Ma’nene, yang membuat arwah dan keluarga kembali bersua.

“Toraja mengajarkan kita bahwa kematian bukanlah akhir, tetapi perjalanan pulang, Foto-foto ini adalah upaya untuk merekam pesan itu agar tak hilang di tengah jaman,” kata Hasiholan Siahaan, kurator pameran, saat pembukaan, Rabu (27/8/2029).
Olan–sapaan akrab Hasiholan menuturkan, lebih dari sekadar dokumentasi, karya-karya ini menghadirkan rasa. Potret wajah-wajah tua yang penuh garis pengalaman, kerbau belang yang dihormati, anak-anak yang berlari di halaman tongkonan. Semuanya menjadi jendela ke dalam masyarakat Toraja. Pengunjung bukan hanya melihat gambar, melainkan ikut menyelami filosofi Aluk To Dolo, kepercayaan leluhur yang menata kehidupan dan kematian.
Sementara itu, Ketua Panitia Ian Sutisna menambahkan, “Di era modern yang sering mengaburkan identitas, pameran ini menjadi pengingat bahwa budaya adalah jangkar. Toraja berdiri sebagai saksi bahwa kehidupan dan kematian dapat disatukan lewat penghormatan pada leluhur”.

Pada bagian lain, Kepala IFI Wijaya Madam Syarah Hikal Andriani mengapresiasi kegiatan pameran ini. “Budaya merupakan salah satu aspek penting yang harus dipelihara oleh suatu bangsa. Karena dari sejarah kita akan mengetahui perjalanan panjang dan tradisi nenek moyang turun temurun. Selain itu, budaya merupakan aspek penting dalam memperkuat kerja sama antar-bangsa, termasuk Indonesia dengan Prancis, yang tahun ini telah berusia 75 tahun,” ujarnya.
Pameran digelar oleh Forsenibudpar dan Galeri Mata Nusantara (GMN) ini bertujuan untuk merawat kekayaan seni budaya Indonesia dan mewariskannya kepada generasi muda melalui data dan jejak rekam digital serta memperluasnya melalui pameran foto, diskusi budaya maupun buku dan sosial media.

Kegiatan ini gratis dan terbuka untuk umum, mulai 27 Agustus-7 September 2025. Tiga fotografer menampilkan 15 karya foto dengan tema beragam, unik, menarik dan menggugah penonton. Pada Kamis, 28 Agustus, pukul 15:00 WIB, diadakan Diskusi Budaya dengan menghadirkan sejumlah narasumber yang mengupas Lunturanya Nilai Adat & Tradisi, di mana upacara adat seperti Rambu Solo atau Ma’nene berpotensi ditinggalkan generasi muda karena dianggap rumit, mahal, dan memakan waktu. (SR)








































