Jakarta, innews.co.id – Niat Iskandar Zulkarnaen, pensiunan pegawai negeri sipil (PNS) di lingkup DKI Jakarta, meminjam uang sebesar Rp 300 juta ke PT Solusi Rumah Teknologi (SRT), dengan jaminan sertifikat rumah untuk biaya pendidikan anaknya, berujung gugatan di pengadilan. Lantaran diduga terjadi penipuan dan penggelapan yang dilakukan PT SRT.
Pasalnya, perusahaan PT SRT nekat membaliknama sertifikat rumah Iskandar. Belakangan diketahui sertipikat milik Iskandar diklaim seolah-olah telah terjadi jual beli antara Iskandar Zulkarnaen dan Supinah kepada PT SRT. Lalu PT SRT menggadaikan sertipikat tersebut ke PT Cipta Dana (CD) tanpa mengkonfirmasi ke Iskandar. Diketahui juga tidak ada tertuang dalam isi perjanjian bahwa boleh menggadaikan ke pihak lainnya. Seharusnya PT SRT memberi tahu Iskandar bahwa sertipikat telah berganti meski baru dua bulan pinjam uang.
Merasa dizholimi, Iskandar mendaftarkan gugatan perbuatan melawan hukum PT SRT ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
“Kami sudah masukan gugatan ke PN Jaksel dengan Tergugat PT SRT, PT CD (Turut Tergugat I) dan OJK (Turut Tergugat III),” kata Lyta Simamora, SH., MH., Tim Kuasa Hukum suami istri Iskandar Zularnaen dan Supinah dari Law Office Mr. REPS & Partners yang berkedudukan di REQ Space, di bilangan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Sabtu (9/8/2025).
Kuasa hukum berharap Gubernur Pramono Anung terketuk hatinya untuk membantu pensiunan pegawai Pemprov DKI Jakarta.
Dalam kasus ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi Turut Tergugat III karena dianggap melakukan pembiaran kepada rakyat kecil. Dia menambahkan, pihaknya menyertakan berkas bukti-bukti mulai dari perjanjian antara penggugat dan tergugat, pembuktian pembayaran, dan dokumen lainnya.
Dijelaskan, pihaknya akan melengkapi sejumlah bukti lainnya sebelum masuk pada pemeriksaan dokumen oleh pihak pengadilan.
Sebelumnya, lanjut Lyta, kliennya telah melayangkan somasi, bahkan memberikan solusi yang bersifat win-win solution, namun tidak diindahkan oleh PT SRT. Merasa diabaikan, Iskandar pun mendaftarkan gugatan ke PN Jaksel dan melaporkan ke Polres Jaksel.
“Apa yang dilakukan PT SRT jelas menyalahi hukum dan zholim. Klien kami telah dizholimi dengan keputusan sepihak PT SRT yang ‘menjual’ sertifikat milik Penggugat kepada PT CD,” jelasnya.
Kronologi
Kasus ini berawal ketika Iskandar menyerahkan sertifikat rumah yang ia tempati sejak 2007 silam ke PT SRT sebagai jaminan atas pelunasan hutangnya, dengan sistem buyback. Iskandar merupakan pensiunan pegawai negeri sipil (PNS) dari Kantor Kelurahan. Mereka melakukan perjanjian yang ditandatangani di depan Notaris.
Usai akad kredit di Notaris, Iskandar tidak menerima surat perjanjian tersebut. Setelah setahun didesak, akhirnya PT SRT memberikan perjanjian sewa menyewa rumah.
Sontak Iskandar kaget karena tidak sesuai dengan kesepakatan awal. Rumah yang diagunkan kepada PT SRT adalah milik Iskandar, tapi dia yang disuruh membayar sewa, seperti pada perjanjian itu dan dianggap telah dijual.
Parahnya lagi, ternyata PT SRT telah menggadaikan sertifikat milik Iskandar ke PT CD, dengan dalih telah terjadi jual beli. Menurut Iskandar, mana ada rumah letak strategis, kisaran harga ditaksir hampir miliaran rupiah dijual hanya Rp 300 juta. Iskandar juga sampai diintimidasi dan mau diperkusi oleh preman bayaran perusahaan untuk mengosongkan rumah dan tanah yang hasil keringat selama kerja sebagai pegawai kelurahan di Pemprov DKI Jakarta.
“Ini benar-benar bentuk penzholiman. Tanpa sepengetahuan klien kami, PT SRT membaliknama sertifikat milik Iskandar. Sementara Iskandar diharuskan membayar sewa,” jelasnya.
Dipertanyakan, kalau memang sertifikat sudah dibalik nama, kenapa Iskandar tetap harus membayar cicilan setiap bulan?
Menurutnya, sistem perjanjian buyback seperti yang dilakukan PT SRT merupakan bentuk perbuatan melawan hukum.
“Saya menghargai proses hukum yang berjalan dan meminta keadilan. Bagaimana mungkin saya tetap membayar cicilan sementara sertipikat rumah saya telah dibaliknama oleh PT SRT dan digadai ke PT CD? Dan, kenapa sertipikat rumah saya dibaliknama secara sepihak tanpa sepengetahuan saya? Hukum harus ditegakkan karena saya tidak pernah merasa menjual rumah itu. Dijadikan jaminan atas pinjaman saya betul, tapi kenapa PT SRT bisa seenaknya saja melego rumah saya?” cetus Iskandar.
Informasinya, Polres Jakarta Selatan telah memanggil Direktur PT SRT, namun tidak diketahui keberadaannya. “Saya berharap masih ada keadilan di negeri ini,” tukasnya. (RN)













































