Dilaksanakan Virtual, Agenda Sidang MPL-PGI Bakal Dipadatkan

Kantor Pusat PGI di Jl. Salemba, Jakarta

Jakarta, innews.co.id – Agenda rutin, Sidang Majelis Pekerja Lengkap Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (MPL-PGI) akan dilaksanakan pada 25-26 Januari 2021, secara virtual. Hal ini mengingat pandemi Covid-19, masih tinggi di Indonesia.

Ini disampaikan Sekretaris Umum PGI Pdt. Jacklevyn Fritz, dalam rilisnya, Jumat (22/1/2021). “Kalau sebelumnya secara
konvensional, kita berkumpul di satu tempat selama beberapa hari, tetapi untuk kali ini tidak,” jelasnya.

Selain itu, jadwal persidangan juga sengaja dipadatkan dengan durasi waktu 3,5 jam/hari. Studi tematis dan sharing wilayah dilaksanakan dua hari sebelumnya. Ibadah-ibadah pun dipersingkat. “Tentu ini bukan pekerjaan mudah karena butuh seni tersendiri untuk mengelola durasi-durasi waktu terbatas, namun hasilnya bisa tetap maksimal. Laporan-laporan juga kita kirim langsung ke peserta sidang dan gereja-
gereja anggota PGI, segera setelah diverifikasi melalui Sidang MPH sebelum berlangsungnya persidangan MPL. Dengan begitu, diskusi-diskusi menjadi lebih efisien dan subtansial, tak bertele-tele dan panjang lebar dipercakapan. Materi-materi peresentasi juga dipersingkat.” jelas Jacklevyn.

Melalui persidangan virtual ini, harap Jacklevyn, gereja-gereja dapat belajar
bagaimana mengorganisir persidangan secara daring, karena pada tahun ini sidang-sidang gereja akan tetap berjalan di tengah pandemi. “Beberapa sinode gereja telah melakukan persidangan secara virtual dan berjalan dengan baik dapat menjadi contoh bagi yang lain,” tambahnya.

Tema yang diusung kali ini, “Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir” (Wahyu 22:12-13) dan Subtema: “Bersama Seluruh Warga Bangsa, Gereja Memperkokoh NKRI yang Demokratis, Adil dan Sejahtera bagi Semua Ciptaan Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.”

Mengacu kepada Pikiran Pokok Sidang MPL-PGI 2021, lanjutnya, konsentrasi persidangan bakal menyoroti pandemi Covid-19 dengan segala dampaknya, baik penanganan kesehatan maupun sosio-ekonomi, sosio-politik, dan kesiapsiagaan dalam penangan risiko bencana. “Jadi kita masih berkutat dengan soal-soal menyangkut pandemi dan dampaknya. Tetapi seharusnya juga
kita sudah harus beradaptasi dengan memperhatikan persoalan-persoalan lain yang menjadi arah pelayanan kita, termasuk soal-soal menyangkut bencana alam, advokasi kerukunan dan toleransi, HAM dan keadilan agraria, hubungan Oikoumenis, serta isu-isu besar lainnya yang menjadi arah perencanaan gereja,” paparnya. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan