Jakarta, innews.co.id – Dalam berbagai kesempatan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Biro Pendidikan dan Mental Spiritual (Dikmental) selalu menyerukan bahwa tidak boleh ada pungutan apapun dalam penyaluran dana bantuan operasional tempat ibadah (Boti) kepada seluruh agama.
Namun, hal tersebut nampaknya kurang begitu diresapi oleh kalangan gereja, khususnya lembaga aras gereja yang dipercaya menjadi Fasilitator Boti secara bergiliran tiap tahunnya.
Kabarnya, beberapa lembaga aras gereja justru mewajibkan para penerima Boti untuk menyetorkan sejumlah uang dengan dalih iuran. Besarannya variatif, ada yang Rp 100 ribu per bulan, ada juga yang seikhlasnya. Bahkan ada juga yang mewajibkan gereja penerima Boti ikut gathering dan membayar sejumlah uang.
Akhir-akhir ini, gereja-gereja penerima Boti semakin resah lantaran praktik tersebut sudah berlangsung lama. Keresahan yang menggurita mendorong lahirnya Forum Komunikasi Gereja-Gereja Penerima Boti (FKGPB).

Para inisiator coba memperjuangkan agar pungutan berkedok iuran tersebut dihapuskan. “Sekitar lebih dari 100 gereja dimintai pungutan berkedok iuran, diduga dilakukan oleh Persekutuan Gereja-Gereja dan Lembaga Injili Indonesia (PGLII) DKI Jakarta sebagai fasilitator penyaluran dana Boti,” kata Pdt. Imanuel Ebenhaezer Lubis, salah seorang inisiator FKGPB, dalam pernyataan persnya, di Jakarta, Sabtu (2/8/2025).
Dijelaskan, program Boti diinisiasi oleh Gubernur DKI Jakarta era Anies Baswedan yang tujuannya untuk membantu operasional gereja-gereja di Jakarta, bukan menciptakan praktik korupsi yang malah membebani gereja.
Salah satu kegunaan Boti adalah membantu para Pendeta, Guru Sekolah Minggu dan koster, selain untuk mendukung operasional peribadahan. Misal, biaya listrik, air, sewa tempat, dan lainnya.
Program ini, kata Ketua Lembaga Pemberdayaan Generasi Penerus Bangsa ini, dihadirkan sebagai solusi bagi tempat-tempat ibadah seluruh agama resmi yang ada di Jakarta.
Secara khusus, FKGPB menyerukan agar lembaga aras gereja stop mengutip dana dari para penerima Boti. “Setop pakai kata ‘iuran’ untuk menutupi pungutan yang memang seharusnya tidak boleh ada. Karena tidak ada aturannya, itu masuk kategori pungutan liar (pungli),” serunya.
Dan, kepada penerima Boti, Imanuel meminta untuk tidak lagi mau menyetorkan sejumlah uang dengan alasan apapun ke lembaga aras gereja.
Bahkan, jika ditemukan adanya pungutan dalam bentuk iuran atau apapun juga, masyarakat dapat melaporkan ke FKGPB. “Nanti akan kami teruskan ke Dikmental Pemprov DKI Jakarta dan DPRD agar diambil tindakan tegas,” tandas Imanuel. (RN)










































