Jakarta, innews.co.id – Holding company diharapkan bisa memaksimalkan strategi branding, tak hanya untuk ekspansi, tapi juga bagi perkembangan anak perusahaan.
Hal tersebut dikatakan Dr. Suyud Margono Ketua Umum Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (AKHKI) sekaligus Tim Leader pada acara In-House Training di Pertamina Corporate University bertajuk “Pelindungan Hak Kekayaan Intelektual pada Korporasi”, di Hotel Patra Jasa Kawasan Dago, Bandung, Jawa Barat, Kamis-Jumat, 17-18 November 2022 lalu.
“Strategi branding dengan registrasi merek sebagai corporate brand sesuai dengan bidang-bidang usaha anak perusahaan maupun produk/jasa yang ada di market places,” urai Suyud.
Dalam pelatihan yang diikuti oleh peserta, baik dari holding maupun anak perusahaan Pertamina ini disajikan sejumlah materi antara lain, Konsep Dasar dan Aspek Legal Pelindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI); Pelindungan Hak Cipta, Merek (Sistem Pendaftaran dan Kepemilikan); Desain Industri, Rahasia Dagang dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu; Sistem Paten: Pendaftaran dan Kepemilikan; Komersialisasi HKI dan Manajemen Portofolio Kekayaan Intelektual Perusahaan; Aspek HKI dalam Kerjasama Riset; Standar terhadap transfer hak dan Lisensi Kekayaan Intelektual. Pada penutupan training disajikan simulasi kasus HKI International Corporate Acquisition, di mana selain pemahaman merek (tanda grafis) terhadap corporate branding, hal ini karena sistem konstitutif terhadap pendaftaran merek bagi pemilik merek, juga terkait dengan aspek pelindungan hak bagi inventor berupa hak moral (moral rights) terhadap suatu invensi yang berhasil ditemukan (inovasi).
“Hal ini seiring dengan rencana Pertamina untuk menerapkan alih teknologi ke inovasi energi terbarukan, di mana dapat dilakukan secara komersial atau non-komersial,” terang Suyud lagi.
Tampil sebagai pemateri yakni, Migni Myriasandra, Maulitta Pramulasari, Rohaldy Muluk Olga K. Santoso, Riyo H. Prasetyo, dan Nidya R. Kalagie yang juga adalah Pengurus AKHKI dan Konsultan HKI berpengalaman pada firma dan perusahaan.
Sementara itu, berkaca dari pengalamannya, Rohaldy Muluk yang menguraikan tentang tentang IP Commercialization, mengatakan bahwa dalam mengajukan permohonan pendaftaran paten tidak sekadar mendapatkan paten (misal: Paten Sederhana), karena tidak semua Negara menerapkan sistem Paten Sederhana. Maka invensi dan inovasi sepanjang memenuhi patentabilitas, dapat didaftarkan sebagai paten.
Suyud menambahkan, apabila Indonesia sebagai negara penerima alih teknologi, maka sesuai Undang-Undang No. 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, harus mampu memanfaatkan dan menguasai Iptek guna kepentingan masyarakat. “Alih teknologi harus mendorong inovasi sebagai upaya peningkatan produktivitas, kemandirian, dan daya saing bangsa. Dengan begitu maka alih teknologi tidak merugikan, hanya berupa adaptasi produk dan proses teknologi dari industri negara maju kedalam industri lokal setempat,” terangnya. (RN)
Be the first to comment