Jakarta, innews.co.id – Kasus penganiayaan dan pengeroyokan pengacara kembali merebak.
Sebelumnya dialami Dr. Pieter Ell, yang dianiaya oleh kelompok preman diduga suruhan PT Sayana Integra Properti (SIP), developer apartemen Sakura Garden City, di bilangan Cipayung, Jakarta Timur, Selasa (2/10/2025) lalu.
Ditaksir sekitar 50 orang preman mengeroyok dan melakukan pemukulan terhadap Pieter Ell dan stafnya yang datang ke lokasi tanah bersama ahli waris yang menjadi kliennya.
Hari ini, pengacara berinisial WA (34) menjadi korban pengeroyokan di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat (Jakpus).
WA mengalami luka-luka. Korban juga mengalami luka tembak di bagian punggung.
Dalam keterangannya, Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Susatyo Purnomo Condro membenarkan tindak pidana tersebut.
“Benar, kami menerima laporan adanya dugaan pengeroyokan dan penganiayaan dengan korban seorang laki-laki berinisial WA. Korban mengalami luka tembak di bagian punggung sebelah kanan atas,” ujarnya, Selasa (28/10/2025).
Dijelaskan, peristiwa terjadi pukul 07.28 WIB tadi. Tim dari Pamapta 1 Polres Metro Jakarta Pusat bersama Satreskrim mendatangi lokasi setelah mendapatkan informasi.
Pada pemeriksaan awal, belum ada saksi yang bisa memberikan keterangan jelas terkait kronologi dan identitas pelaku. “Saat ini kami masih melakukan pendalaman dan olah TKP lanjutan,” bebernya.
Polisi masih mengumpulkan barang bukti dan memeriksa rekaman CCTV di sekitar lokasi. Saat ini, para terduga pelaku pengeroyokan dan penembakan masih diburu.
“Kami sedang mengidentifikasi pelaku serta menelusuri apakah kasus ini terkait konflik pribadi atau motif lain. Kami mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan tidak berspekulasi. Percayakan sepenuhnya proses penyelidikan kepada pihak kepolisian. Setiap perkembangan akan kami sampaikan secara terbuka,” ujarnya.
Ketua Bidang Pembelaan Profesi Advokat DPN Peradi Antoni Silo mengatakan, “Seorang advokat dalam menjalankan tugasnya dengan itikad baik tidak boleh diperlakukan semena-mena, apalagi sampai terjadi pemukulan dan penganiayaan,” ujarnya.
Di sisi lain, Hendrik Jehaman Wakil Ketua Umum DPN Peradi menegaskan bahwa Peradi tidak mentolerir segala bentuk intimidasi dan kekerasan terhadap anggotanya, apalagi saat menangani suatu perkara.
“Memakai preman untuk menghalang-halangi pihak lain, apalagi dengan kekerasan adalah cara-cara kotor. Tidak mungkin preman-preman bisa berkumpul di sana kalau tidak ada yang suruh atau bayar. Patut diduga, perusahaan tersebut yang bayar, siapa lagi?” tukasnya. (RN)
 
			 
                                












































 
							