Seknas Jokowi DKI Bicara Soal Kadrun dan Pemimpin 2024

Jakarta, innews.co.id – Istilah kadal gurun alias kadrun begitu mengemuka di Pilpres 2019 lalu. Bahkan, menimbulkan stigma yang tidak baik dalam hidup demokrasi di Indonesia. Pasalnya, terjadi pengkotak-kotakan di dalam masyarakat.

Faktanya, jelang Pilpres 2024, istilah tersebut kembali muncul seolah mau bernostalgia yang berpotensi merusak Pemilu tahun depan dan menimbulkan kecurigaan satu sama lain.

“Istilah-istilah itu sudah tidak relevan lagi di Pilpres 2024 nanti. Saat ini rakyat Indonesia sudah semakin cerdas dan tidak mau di klaster seperti itu. Sudah tidak laku lagi istilah-istilah itu,” kata Jon Fiter Sinaga, Sekretaris Seknas Jokowi DKI Jakarta dan Botabek, di Jakarta, Rabu (19/4/2023).

Menurutnya, istilah itu telah mengerdilkan demokrasi yang sejatinya bertumbuh baik di Indonesia. “Pemilu dan Pilpres merupakan pesta demokrasi yang harus dinikmati seluruh rakyat, bukan ajang baku caci atau baku hina di antara sesama anak bangsa,” kata Jon mengingatkan.

Diingatkan, agama tidak bisa menjadi parameter seseorang dalam memimpin bangsa ini. Bahkan, dalam Konstitusi tidak ada ketentuan bahwa seorang Presiden/Wakil Presiden harus dari agama tertentu. “Aneh kalau para politisi justru malah memakai agama sebagai alat politik untuk mencapai tujuannya,” imbuhnya.

Yang jadi parameter adalah apakah seseorang pernah menjadi pemimpin dan bagaimana track recordsnya selama memimpin. Misal, Capres/Cawapres nanti pernah menjadi gubernur atau menteri. Itu modal kuat untuk melihat, apa hasil yang dicapai selama dia memimpin. Jadi, benar-benar dilihat rekam jejaknya tanpa perlu melihat apa agamanya.

Jon mengajak para politisi atau Capres/Cawapres mau fair bertarung dengan menampilkan program-program bagi masyarakat. “Jangan lagi dipakai isu-isu agama, harus nasionalis. Kalau ada Capres/Cawapres yang mengusung isu-isu agama sebaiknya jangan dipilih karena berbahaya kalau sampai jadi,” tegasnya.

Soal kekhawatiran banyak rakyat bahwa pemimpin 2024 yang terpilih akan membegal program-program Presiden Jokowi, menurut Jon, sangat tidak beralasan. “Kalau program pemerintahan sebelumnya sudah bagus, kenapa harus dibegal? Yang ada tinggal diteruskan dan dirawat kan, gak perlu malu. Kalau sampai program yang baik dibegal juga, berarti pemimpin yang terpilih itu egois dan mau menunjukkan keakuannya saja,” sergah Jon.

Dirinya menilai, Presiden Jokowi telah meninggalkan legacy besar bagi pemimpin selanjutnya. “Kalaupun ada kelemahan dari rezim yang lalu, ya tinggal diperbaiki saja, tapi tidak harus dibegal,” pungkasnya. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan