Jakarta, innews.co.id – Tak terasa, dua dekade sudah keberadaan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), sebagai satu-satunya organisasi advokat yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Selama 20 tahun kiprahnya, Peradi telah menjelma sebagai OA yang begitu concern melaksanakan 8 tugas dan kewenangannya sesuai amanat UU.
Dengan segala kemandiriannya, dalam melaksanakan kegiatan Peradi menggunakan uang iuran anggota, apalagi saat ini jumlahnya hampir 70 ribu advokat dari seluruh Indonesia. Secara konsisten, Peradi menjalankan pendidikan kepada para calon advokat, ujian profesi advokat, pendampingan hukum, pendidikan berkelanjutan, seminar hukum, pro bono, dan kegiatan kemanusiaan di berbagai tempat.
“Ulang tahun ke-20 menunjukkan Peradi pimpinan Prof Otto Hasibuan begitu konsisten dan komitmen menjalankan amanat UU Advokat. Saya sebagai pengurus DPN Peradi merasa bangga walau tidak sedikit riak, bahkan ombak, namun tetap dapat diarungi dengan baik” kata Nur Setia Alam Prawiranegara, salah satu pendiri Indonesian Feminist Lawyers Club (IFLC) yang juga Anggota Bidang Publikasi, Humas, dan Protokoler DPN Peradi, dalam keterangan persnya, di Jakarta, Sabtu (21/12/2024).
Setia Alam menegaskan, Peradi adalah salah satu dari 4 penegak hukum yang tidak menggunakan APBN. Tiga penegak hukum lainnya menggunakan APBN yakni, hakim, jaksa, dan polisi.
“Dengan jumlah anggota mencapai hampir 70 ribu advokat, tentu tidaklah mudah dalam mengorganisirnya. Namun, dengan segala keikhlasan dalam membesarkan organisasi, maka para pengurus seharusnya amanah dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab keorganisasiannya,” ujar Setia Alam.
Dirinya melihat sejauh ini banyak hal sudah dihasilkan oleh Peradi. Salah satunya, memiliki sekretariat, baik di DPN maupun sejumlah cabang. Selain itu, kegiatan demi kegiatan secara aktif dilakukan. “Saya berharap Peradi, baik secara kelembagaan maupun personal semakin gencar melakukan pendampingan hukum secara pro bono bagi masyarakat yang membutuhkan keadilan,” ujarnya.
Faktanya, kata Setia Alam, masih banyak masyarakat yang masih butuh pendampingan hukum. Bahkan, Prof Otto Hasibuan, Ketua Umum DPN Peradi pernah mengatakan kalau masih banyak masyarakat yang untuk datang dan mengetuk pintu kantor pengacara saja takut.
“Jangankan meminta bantuan, untuk datang atau mengetuk pintu pengacara saja banyak masyarakat masih takut. Karena itu, kita harus proaktif memberikan bantuan hukum kepada mereka,” ulas Prof Otto yang juga Wakil Menteri Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Permasyarakatan Indonesia ini.
Single bar keniscayaan
Mengingat usia 20 tahun ini, seyogianya pengurus dan anggota Peradi untuk lebih serius lagi dalam mewujudkan single bar, sesuai UU Advokat. Diakuinya, masih ada pihak-pihak yang lebih memilih multi-bar dengan sejuta alasan yang wajib ditelaah lebih dalam.
Diduga ini juga lantaran ada kesalahpahaman dan kekecewaan dari beberapa senior yang tidak mampu berpikir bahwa korbannya adalah advokat baru dan pencari keadilan.
“Single bar adalah keniscayaan bila semua advokat menyadari akan pentingnya wadah tunggal demi para pencari keadilan. Sementara yang lainnya adalah organisasi profesi, sedangkan OA sesuai UU 18/2003. Jadi, yang hanya bisa menjalankan 8 kewenangan advokat harusnya Peradi,” beber Alam yang juga Dewan Redaksi Hukumid ini.
Bicara soal Surat Ketua Mahkamah Agung Nomor 73 Tahun 2015, Setia Alam mengatakan, bagaimana mungkin SKMA baru merevisi SKMA lama karena mereka punya jiwa korsa tentunya, sehingga agar etis jalan keluarnya adalah Ketua MA yang sekarang mengeluarkan surat edaran bahwa OA hanya Peradi yang terlahir pada 21 Desember 2004,” serunya.
Sementara itu, untuk teknisnya harus dipikirkan dengan baik agar dapat terealisasi. Tentu untuk merangkul advokat di luar membutuhkan solusi yang tepat.
Lebih jauh, Founder Kantor Hukum Nur Setia Alam Prawiranegara & Partners yang baru-baru ini memperoleh penghargaan sebagai The Best Non-Litigation Law Firm with the Highest Pro Bono Impact pada Hukumonline Award 2024 ini juga mendorong Peradi untuk mempersiapkan generasi muda advokat yang memiliki integritas dan komitmen, khususnya terhadap perwujudan singel bar.
Alam mencontohkan, Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka yang bisa berkarya di usia muda. “Mungkin beliau tidak terpikirkan awalnya bahwa di usia muda sudah diberi tanggung jawab dan kewenangan tinggi. Begitu juga dengan peradi yang tentunya satu frekuensi dengan pendahulunya, termasuk yang akan bersama menjadi pengurusnya. Semoga di usia ke-20 ini Peradi semakin berbenah diri dan merangkul kembali semua pihak untuk tetap menjadi satu OA yaitu, Peradi.
(RN)
Be the first to comment