Banyak Korporasi Pailit, KADIN Jakarta: Perekonomian Belum Rebound

Ketua Umum KADIN DKI Jakarta, Hj. Diana Dewi, SE

Jakarta, innews.co.id – Data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyebutkan, dalam periode Januari-Juli 2024, jumlah pekerja yang ter-PHK melonjak tinggi mencapai 42.863 orang.

Di sisi lain, jumlah lowongan kerja di Indonesia terus mengalami penurunan. Dalam laporan yang dirilis oleh Economist Team Bank Rakyat Indonesia (BRI) dikatakan, pada Agustus 2024, hanya ada 8.500 lowongan kerja.

Pada Juli 2024 lalu, Pengadilan Niaga, Pengadilan Negeri, Jakarta Pusat, mempailitkan PT Aditec Cakrawiyasa, produsen kompor gas, regulator dan selang merek Quantum.

“Kami sangat prihatin sekali dengan pailitnya produsen kompor gas, regulator, dan selang merek Quantum. Itu menambah deret panjang daftar perusahaan yang gulung tikar dan terpaksa mem-PHK kan ratusan karyawannya,” kata Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Daerah Khusus Jakarta Diana Dewi, dalam keterangan persnya, di Jakarta, Minggu (15/9/2024).

Bagi Diana, kondisi ini juga menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah tak berdaya menghadapi gempuran barang-barang dari luar negeri untuk masuk ke Indonesia yang pada akhirnya menggencet pelaku usaha dalam negeri, hingga tak ada jalan lain kecuali mem-pailitkan usahanya.

Bila melihat data yang ada, ada ratusan perusahaan di Indonesia yang pailit. Di 2019, ada 435 perusahaan yang mengajukan peninjauan kembali pembayaran utang (PKPU) di Pengadilan Niaga. Jumlah itu meningkat di 2020 menjadi 635 korporasi. Di 2021, naik lagi menjadi 726 permohonan PKPU. Turun sedikit di tahun 2022, menjadi 625 korporasi, dan sampai November 2023, ada 611 permohonan PKPU.

Gelombang pailit

Memang kepailitan tidak hanya melanda Indonesia, Amerika Serikat juga mengalami hal yang sama. Di sepanjang 2024 ini, sudah ada 346 kasus kepailitan di sana. Sementara di Indonesia, pada 2024 ini tercatat ada 112 perusahaan mengajukan pailit.

“Kondisi demikian cukup memiriskan kami sebagai pengusaha. Upaya pemerintah membendung produk-produk luar berharga murah nampaknya belum menampakkan hasil. Belum lagi kita bicara barang-barang selundupan yang masih marak terjadi,” ujar CEO Suri Nusantara Jaya Group ini.

Rontoknya satu persatu bisnis di Indonesia tentunya bisa melemahkan kondisi perekonomian, disamping masalah lonjakan pengangguran yang akan kita hadapi.

Data BPS menyebutkan, per Februari 2024, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia sebesar 4,82 persen. Kalau banyak perusahaan pailit artinya, pengangguran akan bertambah, sementara persentase pembukaan lapangan kerja tidak sebanding dengan jumlah angkatan kerja yang ada.

Kondisi demikian kian diperparah dengan down grade-nya warga kelas menengah menjadi menengah rentan, bahkan bisa masuk kategori miskin. Itu ditandai dengan penurunan konsumsi barang, di mana masyarakat kelas menengah cenderung mencari barang sejenis dengan harga yang lebih murah.

Dengan begitu juga artinya membuka ruang masuknya barang-barang luar negeri dengan harga yang relatif murah karena ada demand di Indonesia.

“Pemerintah perlu mengantisipasi keadaan ini. Jangan sampai muncul korporasi yang terpaksa mempailitkan usahanya,” usul Founder Toko Daging Nusantara ini.

Rasionalisasi

Tak hanya itu, pemerintah juga perlu melakukan langkah-langkah rasional agar perusahaan bisa benar-benar rebound pasca pandemi Covid-19 lalu. Salah satunya dengan memberikan relaksasi penyelesaian hutang perusahaan kepada perbankan. Relaksasi bisa dapat bentuk perpanjangan masa pembayaran atau menekan suku bunga bank sehingga berlaku menyeluruh.

Lainnya, pemerintah bisa membebaskan sementara pembayaran hutang perusahaan (Temporary Measures Act). Juga bisa dengan menaikkan nilai pinjaman dengan tenor pembayaran yang lebih ringan.

Di sisi lain, pemerintah harus mengupayakan agar warga kelas menengah jangan sampai masuk pada klaster miskin. Caranya, dengan meniminalisir disparitas harga antara produk lokal dengan barang dari luar agar tidak terjadi kesenjangan yang begitu besar. Dengan harga yang relatif sama, tentu penjualan akan lebih kompetitif.

“Apa yang menimpa Quantum hendaknya bisa menjadi pelajaran bagi pemerintah agar lebih serius lagi untuk meminimalisir masuknya produk-produk luar negeri dan membuka ruang yang lebih luas lagi terhadap produk-produk lokal atau produk yang dihasilkan perusahaan asing yang telah membuka pabriknya di Indonesia,” sarannya.

Kami di KADIN Jakarta, sambung Diana, terus mendorong agar para pelaku usaha bisa benar-benar melakukan refocusing anggaran dan produksi, di mana untuk menghindari penumpukan barang, maka dilakukan sale product dengan lebih memperhatikan kemampuan daya beli masyarakat. Tidak memaksakan memproduksi barang-barang mahal, sementara angka penjualan rendah.

“Kami berharap, fluktuasi perekonomian di Indonesia bisa reda dan mengarah pada stabilitas guna mencapai target Indonesia Emas 2045,” tukasnya. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan