Jakarta, innews.co.id – Tindakan oknum Polda Papua yang menggunduli tersangka dugaan penggelapan uang berinisial A, dinilai telah melanggar aturan. Hal ini membuat tersangka A shock berat. Tidak terima diperlakukan demikian, pihak keluarga lantas melaporkan ke Propam Polda Papua.
Tim kuasa hukum tersangka A, Dr. Pieter Ell, SH., MH., mempertanyakan hal tersebut. “Atas dasar apa, oknum di Polda Papua menggunduli tersangka A? Ini sudah masuk kategori pelanggaran,” kata Pieter Ell, dalam keterangannya, Sabtu (28/10/2023).
Menurutnya, tindakan tersebut menjadi pukulan berat bagi tersangka A. “Tidak pantas seorang yang menyebut diri pengayom masyarakat, malah berlaku seenaknya kepada orang yang masih diduga melakukan pelanggaran. Dan, kepada siapapun tidak layak polisi memberlakukan hal tersebut. Yang diurus polisi itu pelanggarannya, bukan rambut orang yang dipotong. Oknum polisi itu harus bertanggung jawab,” tegas Pieter yang sebagai Ketua DPC PERADI Jayapura ini.
Baik Pieter maupun istri tersangka A mengaku tidak terima dengan perlakuan oknum di Polda Papua tersebut. “Istri klien kami akan melaporkan kejadian tersebut. Karena saat bertemu, klien kami sampai menangis tersedu-sedu bercerita. Bagi setiap orang, rambut itu mahkota. Klien kami ditahan oleh penyidik. Karena itu, penyidik harus bertanggung jawab atas kejadian tersebut,” tukasnya.
Dirinya menduga perilaku oknum Polda Papua seperti ini mungkin sering dilakukan. “Mungkin praktik menggunduli tahanan polisi sudah lama dilakukan. Hanya saja tidak ada yang berani mengadukan hal tersebut,” tandas bintang layar lebar yang pernah bermain dengan Syahrini dalam film ‘Preman Ugal-Ugalan’ ini.
Pieter yang dikenal sebagai salah satu advokat langganan berperkara di Mahkamah Konstitusi ini mengisahkan, kasus yang menimpa kliennya diawali tersangka A menjalin kerja sama dengan pihak pelapor untuk pembangunan rumah. Namun, proyek tersebut batal dijalankan.
“Jadi, perkara klien kami sebenarnya menyangkut hutang piutang dan masuk ranah perdata. Uang diberikan oleh pelapor sudah dikembalikan 50 persen sesuai perjanjian. Tapi anehnya, kok malah masuknya ke pidana, bahkan klien kami sampai ditahan,” cetus Pieter Ell. (RN)
Be the first to comment