Forum CSR Pastikan Kawal Keberlanjutan Program Paslon Pilihan Rakyat

Ketua Umum Forum CSR Indonesia, Dr, Ing., Ir., Mahir Bayasut ST., MM-CSR

Jakarta, innews.co.id – Forum Corporate Social Responsibility (CSR) Indonesia menaruh perhatian terhadap dinamika perpolitikan yang tengah dijalani oleh bangsa ini. Riuh redam perpolitik menjadi agenda besar yang akan dihadapi bangsa ini dalam waktu tidak lama lagi.

“Kami siap mengawal program-program keberlanjutan, terutama dari sisi lingkungan dari pasangan calon (paslon) yang nanti akan dipilih oleh rakyat Indonesia,” kata Ketua Umum Forum CSR Indonesia, Dr, Ing., Ir., Mahir Bayasut ST., MM-CSR., dalam siaran persnya yang diterima innews, Selasa (30/1/2024).

Menurutnya, sebagai mitra strategis pemerintah, sudah tentu pihaknya siap mengawal dan mendukung program-program keberlanjutan dari paslon yang akan terpilih seusai dengan visi misi yang mereka sampaikan dalam beberapa kali debat. Mahir menegaskan, bagaimana pun juga kita menghadapi tantangan yang tidak ringan, dan semua harus disesuaikan dengan kebutuhan saat ini.

Ketua Umum Forum CSR Indonesia, Dr, Ing., Ir., Mahir Bayasut ST., MM-CSR., bersama Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin

Sementara itu, Sekjen Forum CSR Indonesia Rio Zakarias Widyandaru menambahkan, secara umum gagasan semua peserta debat sebenarnya memiliki irisan dengan berbagai inisiatif yang sudah dilakukan pemerintah periode sekarang. “Selama 10 tahun terakhir ada cukup banyak kebijakan pemerintah yang dihasilkan terkait dengan pembangunan sosial dan lingkungan berkelanjutan,” jelasnya.

Dia mencontohkan di sektor keuangan, di mana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai banyak kebijakan keuangan berkelanjutan. Misalnya, Green Bond, Green Taxonomy hingga SDGs Bond. Begitu juga di Kementerian BUMN ada Permen mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL). Di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ada Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan PROPER.

Selanjutnya, di Kementerian ESDM ada KepMen mengenai program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat. Selain itu, Indonesia juga ikut dalam komitmen penurunan emisi karbon yang tertuang dalam dokumen NDC (Nationally Determined Contribution/NDC).

Forum CSR memberikan catatan khusus terhadap sejumlah gagasan yang muncul dalam debat terbuka yang telah 4 kali diadakan. Gagasan untuk menjadikan desa sebagai titik tumpu pembangunan seperti yang dilontarkan oleh Cawapres nomor urut 1 Muhaimin Iskandar, menurut Mahir, merupakan pendekatan yang sangat tepat sebagai solusi pembangunan Indonesia yang lebih merata.

“Siapapun paslon yang akan terpilih bisa menjadikan program desa wisata inisiasi pemerintahan sekarang sebagai role model pembangunan desa, meski dalam berbagai hal masih perlu penyempurnaan,” seru Mahir.

Dicontohkan, salah satu desa wisata yang berhasil adalah Desa Panglipuran di Bali. Melalui kerja sama multipihak, desa itu berhasil meningkatkan pendapatan dari Rp15 miliar di 2022 menjadi Rp 25 miliar. Desa lain yang bisa dijadikan contoh adalah Kepanrame di Mojokerto yang sempat disinggung oleh Cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka di dalam debat. Hampir mayoritas warga yang tinggal di sana memiliki saham atas desa tersebut, sehingga mereka tergerak ikut membangun desa wisata yang menjadi salah satu sumber penghasilan.

Demikian halnya implementasi gagasan pasangan Capres nomor 2 akan menghadapi pekerjaan rumah besar karena banyak desa yang masih memiliki keterbatasan sumber daya, baik sumber daya manusia, teknologi, maupun sumber daya alam.

Food estate

Soal food estate yang dikritik oleh paslon 01 dan 03, menurut Rio Zakaria, dalam skala luas, proyek tersebut memiliki potensi untuk meningkatkan ketahanan pangan Indonesia. Jika dieksekusi melalui perencanaan yang matang dengan pemanfaatan teknologi modern, menurutnya, program ini bisa menghasilkan produk pangan dalam jumlah besar dan berkualitas. Hal ini akan membantu memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, terutama dalam menghadapi ancaman krisis global.

Di sisi lain, Rio mengingatkan program food estate juga memiliki beberapa risiko keberlanjutan. Antara lain, alih fungsi lahan yang dapat menyebabkan deforestasi, perubahan iklim, dan hilangnya keanekaragaman hayati.

Dia menambahkan, implementasi program food estate yang sejauh ini dikelola pihak swasta juga menimbulkan kekhawatiran adanya dampak negatif terhadap tingkat kesejahteraan petani lokal. Oleh karena itu, program sebesar food estate selayaknya didahului dengan perencanaan yang matang. Kemudian dalam pelaksanaannya mempertimbangkan aspek keberlanjutan lingkungan.

“Implementasi program seperti ini mestinya juga melibatkan petani lokal, mulai dari persiapan tanam hingga pasca panen. Hal ini penting untuk mengurangi dampak negatif dari alih fungsi lahan, serta mengurangi konflik sosial dengan masyarakat,” tukas Rio.

Etika Lingkungan

Hal lain yang cukup menarik perhatian Forum CSR Indonesia adalah prinsip etika lingkungan dan aspek keadilan yang diangkat oleh salah satu pasangan capres. Etika lingkungan adalah salah satu disiplin filsafat yang mempelajari hubungan moral antara manusia dan lingkungan. Dalam disiplin ini dibahas bagaimana manusia harus berperilaku terhadap lingkungan. Termasuk bagaimana menggunakan sumber daya alam, melindungi keanekaragaman hayati, dan mencegah kerusakan lingkungan.

Soal ini, Mahir menggarisbawahi pernyataan paslon 03 bahwa pemerintah wajib melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengakui aktivis lingkungan sebagai subyek hukum.

“Lingkungan hidup harus diakui sebagai subjek hukum yang memiliki hak dan dapat dikuasakan untuk diwakili memperjuangkan haknya di hadapan hukum. Dengan demikian, maka siapapun termasuk aktivis lingkungan, berhak maju di hadapan hukum untuk memperjuangkan hak asasi alam yang dirampas semena-mena,” bebernya.

Putusan yang keluar semasa Mahfud MD menjadi Ketua MK tersebut tentu sangat penting dalam perjuangan menegakkan hak asasi alam. Mahir berpendapat, “Mengutip argumentasi dalam jurnal ilmiah berjudul “Lingkungan Hidup sebagai Subyek Hukum; Redefinisi Relasi Hak Asasi Manusia dan Hak Asasi Lingkungan Hidup dalam Perspektif Negara Hukum” yang ditulis oleh Abdurrahman Supardi Usman (Biro Hukum Kementan RI), maka pengakuan legal standing para aktivis lingkungan sangat penting untuk memperjuangkan hak asasi alam yang dirampas secara semena-mena.

Dia mengingatkan bahwa semua itu memerlukan check and balance, baik dari pihak otoritas dan juga pihak interest and preassure group (dalam hal ini aktivis lingkungan) demi menjaga agar tidak ada yang menyalahgunakan hak dan wewenangnya.

Lebih jauh, Mahir mempertanyakan klaim yang dilontarkan oleh Capres Gibran Rakabuming Raka bahwa masalah “zaman now” hanya bisa diatasi dengan solusi “zaman now”. Menurutnya, masalah perubahan iklim mungkin dapat diselesaikan dengan solusi penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT) untuk mengurangi gas emisi rumah kaca. Namun lanjutnya, akan lebih tepat jika hal itu dikombinasikan dengan strategi “zaman old” berupa penanaman pohon untuk menyerap CO2 di atmosfer.

Pada intinya, sambungnya, hal terpenting dalam penyelesaian masalah ekologis adalah komitmen dan kolaborasi, serta konsep yang menyeluruh, bukan parsial.

Forum CSR mengajak pemerintah dan semua yang terlibat dalam hajat kebangsaan ini untuk mengamini ajakan taubat ekologis yang dilontarkan salah satu pasangan capres, sebagaimana anjuran Paus Fransiskus dalam ensikliknya Laudato Si’ di tahun 2015.

“Konsep taubat ekologis mengacu pada proses pengakuan manusia atas kontribusi mereka terhadap kerusakan lingkungan dan tindakan untuk menyembuhkan dan memperbaikinya. Taubat ekologis, mengajak kita untuk kritis dalam cara berfikir dan bertindak tentang lingkungan,” pungkasnya. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan