Indonesia Ikut OECD, Ketum KADIN DKI Ungkap Peluang dan Tantangan Bagi Pemerintah

Diana Dewi Ketum KADIN DKI memberikan sambutan pada business matching dengan pengusaha Vietnam, di Jakarta

Jakarta, innews.co.id – Di satu sisi keikutsertaan Indonesia dalam Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) bisa memberi keuntungan tersendiri bagi pendapatan negara.

Namun di sisi lain, hal tersebut harus dibarengi dengan pembenahan regulasi berusaha/berinvestasi di Indonesia yang lebih friendly dan shortable (pendek), sehingga tidak hanya memudahkan investasi luar masuk, tapi juga pebisnis lokal mampu mengembangkan usahanya tanpa ada kesan dipersulit terkait persyaratan berusaha.

Pasalnya, OECD memberikan standar yang tinggi bagi negara-negara yang ikut serta dalam programnya. Salah satunya adalah pendapatan per kapita anggota OECD rata-rata di atas 10.000 dollar AS, sementara Indonesia masih sekitar 5.000 dollar AS.

“Ikut serta dalam OECD bisa memberi keuntungan bagi pendapatan negara, di mana bisa mengutip selisih dari tarif pajak yang berlaku di negara domisili dengan basis tarif minimum sebesar 9 persen,” kata Diana Dewi, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (kadin) Provinsi DKI Jakarta, dalam keterangan persnya, di Jakarta, Kamis (19/10/2023).

Hal tersebut, sambungnya, diharapkan bisa lebih menopang perekonomian negara dan bisa digunakan untuk dapat membayar hutang-hutang luar negeri Indonesia yang menurut data per Juli 2023 tercatat mencapai Rp 7.855 triliun.

Diana mengatakan, sebagai pengusaha tentu mendukung penerimaan pajak negara yang lebih besar sehingga Indonesia bisa maju jajaran negara-negara maju di dunia. “Hal ini pastinya memberi efek positif bagi perkembangan bisnis, kepercayaan dunia internasional, serta investasi di Tanah Air,” ujarnya.

Namun, hal tersebut harus dibarengi dengan pembenahan regulasi berusaha/berinvestasi di Indonesia yang lebih mudah dan pendek, sehingga tidak hanya memudahkan investasi luar masuk, tapi juga pebisnis lokal mampu mengembangkan usahanya tanpa ada kesan dipersulit terkait persyaratan berusaha. Konon kabarnya, ada sekitar 200 standar kebijakan Indonesia yang perlu diharmonisasi agar selaras dengan standar dari OECD.

Hal lainnya, kata CEO PT Suri Nusantara Jaya ini, masalah penegakkan hukum harus benar-benar diterapkan, sehingga kutipan pajak yang diperoleh bisa benar-benar masuk ke negara, tidak dikorupsi.

Optimalisasi pajak

Keikutsertaan Indonesia dalam OECD diharapkan juga bisa mendorong top up pajak, meski itu bukan perkara mudah. Sebab, kenaikan pajak tentu akan mempengaruhi harga-harga di pasaran.

Top up pajak tanpa dibarengi dengan peningkatan pendapatan per kapita hanya akan memberatkan rakyat. Bahkan mungkin daya beli masyarakat akan menurun,” warning owner Toko Daging Nusantata ini.

Ditambahkannya, peningkatan pendapatan per kapita hanya akan diperoleh bila ada kemudahan dan regulasi yang mendukung.

Diana beranggapan, tantangan terbesar yang dihadapi adalah bagaimana mensinkronkan program OECD ke dalam aturan yang berlaku di Indonesia.

“Jangan juga keikutsertaan Indonesia dalam OECD hanya untuk menunjukkan bahwa negara ini telah masuk jajaran negara-negara maju, tapi tidak dibarengi dengan perbaikan iklim investasi, baik bagi investor dalam maupun luar negeri. Jangan sampai juga kutipan pajak ini nantinya akan memberatkan pengusaha-pengusaha lokal Indonesia untuk berkolaborasi dengan pengusaha luar negeri,” tukasnya.

Pemerintah dalam hal ini, lanjutnya, harus benar-benar memiliki perhitungan yang matang. Tapi utamanya membenahi regulasi, baik yang masih tumpang tindih ataupun menyulitkan pertumbuhan investasi, baik secara makro maupun mikro. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan