Ketum KADIN Jakarta: Ormas Keagamaan Non-Profit, Tidak Tepat Berbisnis

Diana Dewi Ketua Umum KADIN DKI Jakarta tengah menyampaikan program kegiatan di Bulan Suci Ramadhan kepada jajaran Pemkot Jaktim

Jakarta, innews.co.id – Keputusan pemerintah membuka peluang organisasi keagamaan mengelola tambang dinilai tidak tepat dan berpotensi menjadi masalah kedepannya. Pasalnya, ormas keagamaan adalah lembaga non-profit.

Hal tersebut dikatakan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Jakarta, Diana Dewi, di Jakarta, Selasa (4/6/2024).

“Menurut saya tidak tepat bila urusan bisnis ditangani oleh organisasi keagamaan. Pasalnya, ormas keagamaan bersifat non-profit. Hanya memberikan pelayanan kepada masing-masing umat dan tokoh agama,” kata Diana Dewi, menanggapi keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024, yang merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Seperti diketahui, dalam beleid tersebut memberi ruang bagi organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan untuk bisa mengelola Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) di Indonesia.

Diana melanjutkan, bila ormas keagamaan diizinkan mengelola tambang, maka bisa terjadi kerancuan dan juga memberi peluang kedepan partai politik dan ormas-ormas lainnya juga bisa ikut mengelola tambang dan berbagai jenis usaha lainnya yang sejatinya menjadi ranah para pengusaha. Selain itu, nantinya ormas keagamaan bisa kehilangan fokusnya. Dari yang mengurus umat jadi lebih terkonsentrasi berbisnis.

Padahal, sambung CEO PT Suri Nusantara Jaya Group ini sebagai social group, ormas dalam melaksanakan kegiatannya bersifat sukarela, sosial, mandiri, nirlaba dan demokratis. Apalagi ormas keagamaan yang jelas-jelas memiliki peran terhadap pembinaan umat. Berbeda dengan korporasi yang tujuannya memang untuk mencari profit.

“Saya juga melihat bila urusan tambang ditangani oleh ormas keagamaan, maka berpotensi terjadi masalah karena terkait dengan kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang akan menanganinya. Kalau itu terjadi, maka pemerintah juga nanti yang akan kerepotan,” terangnya.

Bagi Diana, keluarnya PP tersebut menandakan pemerintah tidak matang dalam mempertimbangkan berbagai kemungkinan apabila urusan bisnis diberikan kepada ormas keagamaan. “Sebaiknya, urusan-urusan bisnis yang diberikan kepada para pebisnis. Masing-masing pihak sudah memiliki tupoksi dan spesialisasinya. Kalau ormas keagamaan kan jelas, demikian juga para pengusaha,” imbuhnya.

Dikatakannya, selain itu ada potensi terjadi tindak pidana pencucian uang. Karena laba yang diperoleh nantinya bisa dialihkan ke ormas keagamaan tersebut, bukan lagi menjadi pajak yang harus dibayarkan sebagai pemasukan negara. “Tentu ini akan membuat kerancuan dan kebingungan dalam pendapatan negara. Bukan tidak mungkin juga peluang ini dimanfaatkan oleh pengusaha-pengusaha nakal dengan mendorong ormas keagamaan mengelola suatu tambang dengan konsensi pembagian cukup antara pengusaha dengan ormas tersebut. Kan bisa kacau balau,” sebut Diana.

Karenanya, kata Diana, biarkan saja soal tambang diurus oleh para pengusaha yang paham betul soal itu. Keputusan mengizinkan ormas keagamaan mengelola tambang terlalu berani dan berisiko besar. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan