Jakarta, innews.co.id – Majelis Pemeriksa Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) memvonis dokter SSO alias Selonan bersalah saat mengoperasi Paulus Kwee di RS Santo Borromeus Bandung, Jawa Barat, yang mengakibatkan stent/selang urine yang tertinggal di dalam ginjalnya.
Dalam vonisnya MKDI mengatakan, ditemukan adanya pelanggaran disiplin profesi kedokteran sebagaimana diatur dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 tentang Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi berdasarkan Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 304, Pasal 3 Ayat (2) huruf f, yang berbunyi: tidak melakukan tindakan/asuhan medis pada situasi tertentu yang dapat membahayakan pasien.
Menurut MKDI, seharusnya dokter SSO melakukan rawat bersama dengan dokter spesialis urologi, bukan sekadar konsultasi untuk pemasangan ureter kateter.
Kini, Paulus Kwee mempolisikan dr. SSO. “Kami sudah melaporkan SSO ke Polda Jabar dengan nomor: LP/B/328/VIII/2023/SPKT/POLDA JAWA BARAT, tertanggal 10 Agustus 2023. Saat ini sudah naik ke tahap penyidikan,” kata Arya Senatama, Kuasa Hukum Paulus Kwee dari Kantor Hukum ‘Hasibuan & Hasibuan’, dalam keterangan persnya, Jumat (5/12/2025).
Menurutnya, bukan hanya dr. SSO, RS Santo Borromeus pun harus ikut bertanggung jawab, bukan lepas tangan begitu saja.
“Kami menunggu itikad baik RS Santo Borromeus untuk menyelesaikan kasus malpraktek tersebut,” tegasnya.
Kronologi
Keluhan sakit Paulus sudah terjadi sejak 2020 silam. Dirinya divonis mengidap tumor ganas, yaitu tumor rectum. Telah dilakukan berbagai tindakan medis di sejumlah rumah sakit.
Sampai akhirnya Paulus konsultasi ke dr. Yayat di RS Santo Borromeus, bermaksud ingin menyambung ususnya yang sempat dioperasi. Namun, keinginannya tersebut ditolak karena Paulus masih perlu melakukan serangkaian proses kemoterapi.
Saat kembali berkonsultasi ke RS Santo Borromeus, Agustus 2021, Paulus berjumpa dengan SSO yang langsung menyanggupi melakukan penyambungan usus. Bahkan, jadwal operasi ditentukan pada 27 September 2021.
Proses penyambungan usus pun dilakukan SSO dibantu oleh dr. Dandi di RS Santo Borromeus, selama 8 jam.
Setelah pulang, Paulus mengalami demam tinggi, menggigil, perut begah dan mual. Selain itu, luka operasi nampak basah dan dari perbannya berwarna kecoklatan.
Paulus pun kembali mendatangi RS. Hasil USG dan CTScan diketahui ada benda asing yang tertinggal, yaitu stent/selang urine pada ginjal sebelah kiri korban.
Rasa nyeri yang dirasakan semakin parah. Akhirnya, diputuskan melakukan operasi dengan menusuk/pasang titel yang dilakukan oleh dr. Budi, Sp.Rad Intervensi untuk memasukkan kateter langsung ke ginjal kiri perut korban untuk mengeluarkan urin dengan nefrostomi.
Paulus menjalani perawatan di RS hingga satu bulan dan berat badannya korban turun sampai 18 kilogram yang mengakibatkan korban tidak dapat berjalan karena otot lemah.
Hingga kini, masih terdapat stent/selang urine pada ginjalnya. Kondisinya pun tidak membaik.
“Dokter SSO dalam pra operasi tidak mengantisipasi kemungkinan risiko-risiko yang dapat timbul saat operasi. Di sisi lain, tindakan operasi tersebut merupakan kasus kompleks. Pelaku juga tidak pernah menjelaskan risiko-risiko tersebut kepada korban secara langsung. Malah menjanjikan keberhasilan penyambungan usus korban sampai sembuh, meskipun Paulus sudah menyampaikan dokter spesialis bedah digestif lain yang pernah didatangi cenderung menolak untuk melakukan tindakan operasi kepada korban,” terang Arya.
Hingga berita ini diturunkan belum ada statement resmi, baik dari dr. SSO maupun RS Santo Borromeus terkait hal tersebut. (RN)











































