Jakarta, innews.co.id – Kawasan pesisir menjadi tempat yang paling terdampak akibat abrasi yang disebabkan karena kerusakan lingkungan yang massif akibat ulah manusia.
Keprihatinan yang mendalam mendorong upaya pemulihan alam di kawasan pesisir terus dilakukan, baik oleh pemerintah bekerja sama dengan lembaga-lembaga keumatan.
Badan Restorasi Gambut dan Mangrove RI (BRGM) bekerja sama dengan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) mengadakan diskusi secara hybrid bertema “Mangrove, Kerentanan dan Masa Depan Lingkungan Hidup di Indonesia”, di Grha Oikoumene, Jakarta, Selasa (3/12/2024).
Secara lugas, Ketua Pokja Edukasi dan Sosialisasi BRGM, Suwigya Utama menguraikan manfaat mangrove sebagai penyaring air alami, sumber mata pencaharian masyarakat, pelindung pantai, pengatur iklim, memiliki nilai ekonomi, serta ekowisata. Sayangnya, mangrove atau bakau mengalami kerusakan luar biasa.
“Di Kaltim dan Kaltara mangrove dijadikan lahan penanaman sawit. Di Indragiri Hilir, Riau, akibat mangrove dirusak menyebabkan banyak pohon kelapa mati. Begitu pula di Demak dan Bengkalis kehilangan daratan akibat abrasi akibat kerusakan mangrove Juga Padang, dan Bali,” bebernya.
Karena itu, mangrove perlu direhabilitasi karena dapat memproteksi alam dan menjaga sistem ekologi pantai secara berkelanjutan, melalui pendekatan kepada masyarakat, pendekatan secara moral melalui lembaga keagamaan, koordinasi, sinkronisasi, serta pengarusutamaan program, baik di pemerintah daerah maupun pusat.
Dia menambahkan, perilaku manusia menjadi akar masalah dari perusakan lingkungan, termasuk mangrove. Sebab itu, gereja memiliki peran penting dalam rangka membangun umat untuk peduli terhadap lingkungan.
Kerakusan manusia
Ketua Umum PGI, Pdt Gomar Gultom dengan tegas menyatakan, kerakusan manusia yang tidak terbatas menyebabkan rusaknya alam. Selain itu, pola pembangunan, tata ruang yang carut marut, teknologi yang tidak ramah lingkungan, serta adanya ketidakadilan global.
“Akar semuanya adalah dosa manusia yang memperlakukan bumi sebagai objek. Karena pada mulanya Allah ciptakan alam begitu indah. Merusak alam sama dengan merusak karya Ilahi. Manusia diciptakan sesungguhnya sebagai pemelihara alam dan manusia terikat atau bagian dari alam, sehingga seharusnya manusia juga bersaudara tidak hanya dengan manusia, tapi juga alam semesta. Maka panggilan Gereja Sahabat Alam adalah salah satu bentuk ibadah yang sejati,” imbuhnya.
Gomar berharap agar umat dapat menerapkan 4 R sebagai Prinsip Kristiani terhadap lingkungan, yaitu Repent (bertobat dan mengaku atas perlakuan buruk terhadap lingkungan), Restraint (mengendalikan diri, tidak rakus), Respect (menghargai ciptaan Allah yang lain), dan Responsible (bertanggung jawab).
Sementara itu, menilik partisipasi disabilitas, Komisioner Komnas Disabilitas Jonna Aman Damanik menuturkan, bahwa penyandang disabilitas ada juga yang terlibat langsung dalam rangka merawat lingkungan.
“Saya ke Bontang bertemu dengan teman di sana yang juga difabel, dia dapat sertifikasi menyelam dalam rangka pelestarian baru karang dan mangrove di Kaltim. Ini salah satu bentuk baik, sebagai pelaku. Mungkin belum banyak terlihat, namun saya sampaikan bahwa isu disabilitas dan lingkungan suatu keniscayaan. Potensi individual ini bisa jadi bentuk partisipasi yang bermakna,” seru Jonna.
Di sela-sela diskusi dilakukan launching lagu terkait peduli mangrove yang diproduksi oleh PGI, serta terkait Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak. Di akhir diskusi, perwakilan BRGM secara simbolis menyerahkan bibit mangrove kepada sejumlah perwakilan lembaga, di antaranya Perwamki, Pewarna, FKPKB PGI, serta beberapa gereja. (RN)
Be the first to comment