Tanpa Legal Standing, BP Batam Rubuhkan Hotel Purajaya Beach Resort

Situasi pembongkaran Hotel Purajaya Beach Resort, di Nongsa, Batam, dengan beko

Jakarta, innews.co.id – Banyak orang bilang, hukum merupakan panglima tertinggi di suatu negara. Ketaatan terhadap hukum menjadi cermin ketertiban hidup warga negara. Namun, tidak demikian di Batam, Kepulauan Riau.

Badan Pengusahaan (BP) Batam justru berlaku sebaliknya. Hukum bukannya ditaati, malah terkesan diremehkan dengan sikap arogan. Sebuah hotel bersejarah di Kota Batam Purajaya Beach Resort (PBR) menjadi korban arogansi BP Batam.

Lahan yang ditempati PT Dani Tasya Lestari (DTL), pemilik Hotel PBR, sejak 30 tahun silam, seenaknya saja ‘dicaplok’ oleh BP Batam, untuk kemudian dialihkan kepada PT Pasific Estatindo Perkasa (PEP), dengan alasan yang terkesan dibuat-buat.

“Hotel PBR dibongkar secara paksa tanpa legal standing karena sampai saat ini perkara di pengadilan masih dalam tahap kasasi, belum ada putusan inkrah,” ungkap Kuasa Hukum PT Dani Tasya Lestari (DTL), pemilik Hotel Purajaya Beach Resort, DR.(C) Zecky Alatas, SH,. MH., kepada innews, Senin (3/7/2023).

Selain permohonan kasasi sudah didaftarkan, Zecky juga telah melayangkan dua kali somasi ke BP Batam yang isinya mengingatkan BP Batam tidak sewenang-wenang membongkar dan menghancurkan milik PT DTL. Namun, hal tersebut tak digubris oleh BP Batam yang tetap saja meringsek hotel tersebut dengan beko hingga rata dengan tanah.

Selama ini yang disampaikan Humas BP Batam adalah PT DTL tidak sanggup membayar uang wajib tahunan (UWT). “Itu pernyataan yang menyesatkan dan sangat mengada-ngada, tidak sesuai fakta dan bukti. Kami sebagai pemilik yang sudah 30 tahun menguasai lahan dan bangunan tersebut tentu berkeinginan untuk memperpanjang,” jelasnya.

Dia menegaskan, BP Batam telah melakukan pembohongan publik dengan mengatakan PT DTL tidak sanggup membayar UWT. “Itu namanya pembohongan publik dan memutarbalikkan fakta sebenarnya,” serunya lantang.

Mengenaskan kondisi hotel Purajaya Beach Resort saat dirobohkan

Bahkan, Zecky menuturkan, kliennya sudah datang untuk presentasi business plan dan lain-lain, termasuk untuk proses perpanjangan. “Klien kami sudah mengajukan surat untuk memperpanjang kontrak kerja sama bisnis dan juga untuk pembayaran berapa denda dan juga UWT sesuai Undang-Undang,” paparnya.

Yang ada, sambung Zecky, kliennya merasa dibohongi karena dijanjikan lahan tersebut tidak akan dialihkan kepada pihak lain. “Soal pembayaran tahunan, klien kami sudah setuju. Sudah dihitung, tapi sampai saat ini faktur pembayaran dari BP Batam tidak keluar. Lantas, apa dasar klien kami membayar kalau bukan faktur tersebut?” tegasnya.

Hotel bersejarah

Disampaikan pula, Hotel Purajaya Beach Resort memiliki banyak catatan sejarah. “Ini merupakan hotel pertama di Batam, di mana Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pernah dua kali menginap. Tempat ini juga menjadi saksi pembentukan provinsi Kepulauan Riau yang diinisiasi oleh orang-orang Melayu. Di hotel ini pula, baik pemilik Purajaya Beach Resort dan sejumlah tokoh lainnya berjuang untuk mempertahankan adanya BP Batam, di mana ketika itu terjadi perseteruan dengan DPR yang meminta agar lembaga ini dibubarkan,” kisahnya panjang lebar.

Lucunya, sambung Zecky, sudah menjadi tempat perjuangan eksistensi BP Batam, malah sekarang klien kami mau digusur. “Kami malah ditindas oleh BP Batam. Bangunan hotel dihancurkan secara paksa dengan beko tanpa adanya legal standing putusan pengadilan dan juga tidak adanya penetapan pengadilan untuk di eksekusi. BP Batam gunakan gunakan hukum rimba,” tandasnya kecewa.

Kuasa Hukum PT Dani Tasya Lestari (DTL), pemilik Hotel Purajaya Beach Resort, DR.(C) Zecky Alatas, SH,. MH

Soal lahan seluas 20 hektar dengan SHGB yang berbeda dan telah dibatalkan di tahun 2020, dinilai sebagai perbuatan abuse of power. “Pada tahun 2020 terjadi pandemi Covid-19 di mana diberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) bahkan karantina. Sehingga saat itu yang banyak terjadi bisnis gulung tikar, termasuk bisnis perhotelan banyak yang tutup karena tingkat okupansi di titik terendah.

Dia mengingatkan, “Sebagai negara hukum kita harus menjunjung tinggi asas supermacy of law, equality before the law dan do process of law, termaksud juga pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM) dan juga kebebasan pers,” pungkas Zecky. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan