Jakarta, innews.co.id – Reformasi Polri harus dimulai dari proses rekruitmen yang ketat dan transparan untuk memastikan bahwa hanya kandidat berkualitas yang diterima.
“Seringkali proses rekruitmen menjadi pangkal masalah yang menyeret polisi pada istilah ‘balikin modal’. Oknum-oknum di kepolisian seringkali memanfaatkan momentum perekrutan untuk memperkaya diri sendiri,” kata praktisi hukum Dr. H. Sutrisno, SH., M.Hum., dalam keterangan persnya, di Jakarta, Sabtu (15/11/2025).
Selain pembenahan proses rekruitmen, ada beberapa catatan penting yang disampaikan Sutrisno terkait reformasi Polri. Yakni, perlunya penguatan pengawasan internal dengan meningkatkan peran, fungsi, berikut sanksinya untuk mencegah penyalah gunaan wewenang dan korupsi.
“Polri perlu membuat sistem yang lebih responsif terhadap keluhan masyarakat dan meningkatkan pelayanan kepada publik tanpa ada perbedaan. Setiap laporan masyarakat harus mendapat atensi cepat dari polisi,” seru Wakil Ketua Umum DPN Peradi ini.
Guna menjawantahkan hal tersebut, maka Polri melakukan integrasi teknologi modern, transparansi, dan pendekatan berbasis data untuk penegakan hukum yang lebih efektif.
Reformasi penegakan hukum
Bagi Doktor Hukum lulusan Universitas Jayabaya ini, reformasi tidak hanya kepada Polri saja, tetapi harusnya dilakukan perubahan menyeluruh dalam sistem peradilan untuk memastikan penegakan hukum yang berkeadilan.
Dirinya mencontohkan, dalam proses penyelidikan dan penyidikan, sudah seharusnya Polri memberikan hak yang sama terhadap advokat dalam melakukan pembelaan terhadap masyarakat pencari keadilan. Apalagi kedudukan advokat sebagai penegak hukum sejajar dengan polisi, jaksa dan hakim.
“Semoga pembenahan yang dilakukan melalui Komisi Reformasi Polri yang dibentuk oleh Presiden Prabowo Subianto ini, institusi Polri akan menjadi baik, humanis, dan selalu mengutamakan hak asasi masyarakat pencari keadilan,” tukasnya. (RN)












































