Prof OC Kaligis Sebut Peradilan Lukas Enembe Tak Berperikemanusiaan

Kondisi Lukas Enembe Gubernur Papua non-aktif kian memprihatinkan

Jakarta, innews.co.id – Kondisi Lukas Enembe Gubernur Papua non-aktif secara medis sudah dikatakan sangat kronis dan stadium akhir. Namun, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkesan terus memaksakan peradilannya berjalan.

“Peradilan Lukas Enembe sudah diluar nalar dan tidak bisa diterima oleh akal sehat,” kata Prof OC Kaligis, Kuasa Hukum Lukas Enembe, kepada innews, di Jakarta, Selasa (25/7/2023).

Prof OC Kaligis, Kuasa Hukum Lukas Enembe, di kantornya, di Jakarta

Dia mengatakan, sudah sejak awal kami penasihat hukum melihat kondisi kesehatan Lukas Enembe semakin hari bukannya tambah baik, malah makin memburuk. “Kalau ini dibiarkan terus, akan sangat membahayakan kelangsungan hidup Lukas Enembe. Kalau terjadi apa-apa dengan Lukas, jelas KPK adalah pihak yang harus paling dipersalahkan,” ujarnya.

Prof OC Kaligis mengisahkan, pada 13 Juni 2000, dirinya ditugaskan oleh mantan Presiden RI Soeharto ke Geneva untuk bertemu dengan Human Right Officer, Mrs. Eleanor Solo guna melaporkan kondisi Pak Harto yang sedang sakit. Prof OC Kaligis kala itu disampingi oleh Dr. Indriyanto Senoadji.

“Pada pertemuan tersebut, secara tegas Eleanor mengatakan, ‘No one shall no subjected to inhuman or degrading treatment in whatever accusation he is facing. He is no fit to stand trial’, yang intinya, seseorang yang dalam kondisi sakit (parah) tidak bisa dipaksakan untuk menjalani persidangan,” ungkap Prof OC Kaligis.

Selepas dari Geneva, lanjutnya, delegasi Human Right berkunjung ke kediaman Soeharto dan melihat langsung kondisinya. “Atas pertimbangan tersebut, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ketika itu Hakim Lalu Mariun (alm) memutuskan menghentikan pemeriksaan perkara setelah mendapat fatwa dari Mahkamah Agung,” kisahnya.

Begitu juga saat dirinya membela Kepala Bulog/mantan Menteri Koperasi Bustanul Arifin di tahun 2003. “Di mana lantaran sakit, penyidik mengabulkan permintaan saya agar Bustanul Arifin tidak ditahan di penjara, tapi dialihkan ke tahanan rumah. Bahkan, dalam perkembangannya, Kejari mengeluarkan penetapan penghentian penuntutan,” jelasnya.

Menurut OC Kaligis, ini adalah contoh-contoh bagaimana menangani sebuah perkara atas dasar nurani dan mempertimbangkan hak asasi manusia (HAM). “Coba lihat apa yang dipertontonkan KPK sekarang pada kasus Lukas Enembe. Tidak dipakai sedikitpun nuraninya, bahkan mengabaikan HAM dan hak hidup seseorang. Apakah begitu wajah peradilan di Indonesia saat ini?” tegasnya.

Prof OC mengaku mendapat informasi kalau KPK sampai menghubungi Pemerintah Singapura untuk mengembangkan kasus dugaan judi Lukas Enembe. “Sayangnya, Menteri Koordinator Keamanan Nasional Singapura Teo Chee Hean dengan tegas mengatakan, ‘Masalah korupsi harus ditangani secara domestik’. Artinya, jangan masalah judi Lukas Enembe dibawa-bawa ke Singapura. Silahkan selesaikan secara domestik. Hal tersebut menandakan KPK telah dipermalukan secara halus,” kata OC Kaligis.

Advokat senior ini menyarankan sebaiknya JPU berkonsentrasi pada pembuktian kasus gratifikasi, sesuai dengan dakwaannya. Bukan dengan cara-cara menggiring opini melalui media untuk kasus TPPU yang belum dinyatakan pengadilan secara terbuka.

“Pola pembunuhan karakter yang dilakukan KPK menjadi salah satu penyebab penyakit Lukas Enembe semakin memburuk. Pak Lukas bahkan sudah buang air besar (BAB) di tempat tidur, muka pucat, kaki bengkak, tekanan darah meninggi, dan kondisi sama sekali tidak stabil (sering drop). Bahkan pernah sampai JPU ketakutan melihat kondisi Lukas yang drop dan buru-buru mengontak Prof OC Kaligis dan keluarga agar meminta Lukas mau dibawa di RSPAD Gatot Subroto. Sudah begitu, JPU masih saja memaksakan dilakukan peradilan. Benar-benar tidak sehat peradilan seperti ini,” tukasnya. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan