Resha Agriansyah Learning Center Kupas Kriminalisasi Kurator di Seminar Hukum Nasional

Dr. Resha Agriansyah, Founder Resha Agriansyah Learning Center menyerahkan kenang-kenangan kepada Muhammad Ismak, advokat dan kurator senior

Jakarta, innews.co.id – Akhir-akhir ini profesi kurator dan pengurus di Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Pasalnya, semakin kencang upaya kriminalisasi terhadap profesi ini. Padahal, profesi ini sangat mulia karena bertujuan membantu banyak pihak yang terlibat dalam urusan korporasi.

Mencermati fenomena tersebut, Resha Agriansyah Learning Center (RALC) menginisiasi diadakannya Seminar Hukum Nasional 2024 dengan tema “Fenomena Kriminalisasi Profesi Kurator dan Pengurus Dalam Proses PKPU dan Kepailitan”, di Habitare Hotel Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (4/10/2024).

Sejumlah narasumber yang berkaitan dengan tema tersebut dihadirkan antara lain, Kombes Pol Didik Sudaryanto (Penyidik Madya Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri), Syahrul Juaksha Subuki (Kepala Sub Direktorat Pra Penuntutan Direktorat Tindak Pidana Terhadap Keamanan Negara, Ketertiban Umum dan Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung), Prof Jamin Ginting (Pakar Hukum Pidana dan Guru Besar Universitas Pelita Harapan), Dr. Teddy Anggoro (Pakar Hukum Kepailitan dan PKPU dan Dosen FH Universitas Indonesia), dan Muhammad Ismak (Advokat dan Kurator Senior).

Dalam pembukaannya, Resha dengan lugas menyampaikan bahwa akhir-akhir ini banyak kurator dan pengurus yang dikriminalisasi dalam menjalankan profesinya. “Saya pribadi sangat prihatin dengan kondisi ini. Karena dalam banyak kasus yang ditemukan, kurator dan pengurus sudah menjalankan profesinya dengan baik, namun tetap dikriminalisasi. Ini harus jadi perhatian kita bersama,” seru Dr. Resha Agriansyah, SH., MH., Founder RALC.

Resha Agriansyah Learning Center sukses gelar Seminar Hukum Nasional 2024

Karena itu, Seminar Hukum Nasional dengan narasumber dari sejumlah profesi terkait ini menjadi sangat penting untuk membedah kriminalisasi yang banyak dialami oleh kurator dan pengurus.

Dalam paparannya, Kombes Pol Didik Sudaryanto meminta para kurator dan pengurus untuk benar-benar memegang teguh etika profesi dan bekerja sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.

“Tidak bisa dipungkiri ada juga kurator dan pengurus yang memiliki niat tidak baik terhadap kliennya. Yang kami temui, rata-rata mereka melakukan tindak pidana melanggar Pasal 263, 372, dan 378 KUHP. Saya yakin, kalau profesi dijalankan dengan benar dan sesuai kode etik serta aturan perundang-undangan, maka tidak akan melanggar hukum,” tegas Didik.

Sementara itu, Syahrul Juaksha Subuki dari Kejagung RI menyarankan sebelum meneken surat kuasa ada baiknya kurator dan pengurus melakukan profiling terhadap kliennya. Karena faktanya banyak juga klien yang nakal dan menjerumuskan kurator dan pengurus ke ranah hukum.

Dr. Resha Agriansyah memberi solusi hindari kriminalisasi kepada kurator dan pengurus

Dia mencontohkan, ada kasus sebenarnya masuk ranah pidana, tapi malah dibelokkan menjadi perkara kepailitan dan PKPU. Ini patut diwaspadai.

Dirinya juga mendukung upaya kurator dan pengurus untuk mendapat hak imunitas. “Tentu sangat baik bila kurator dan pengurus memiliki hak imunitas, sehingga ada jaminan dalam melaksanakan profesinya,” ujarnya.

Hal tersebut, lanjut Syahrul, bisa diusulkan oleh organisasi profesi. “Kalau ada UU yang mengatur imunitas kurator, maka sebelum diperiksa harus meminta izin kepada organisasi profesi yang menaunginya,” tukasnya.

Usulan hak imunitas kepada kurator dan pengurus disampaikan Resha di awal acara. Bahkan, dirinya mengusulkan tiga hal yakni, pertama, mendorong kurator dan pengurus memiliki hak imunitas melalui pembuatan UU Profesi Kurator dan Pengurus. Kedua, merevisi UU Kepailitan dan PKPU. Dan ketiga, adanya kerja sama antar lembaga penegak hukum agar tidak terjadi kesalahpahaman mengenai tugas para kurator dan pengurus.

Aspek keperdataan

Pada bagian lain, Prof Jamin Ginting beranggapan, saat ini aspek keperdataan terkesan tumpang tindih ke hukum pidana. Sehingga para kurator maupun pengurus harus berhati-hati dalam menjalankan profesinya.

RALC aktif membedah isu-isu strategis di dunia hukum

“Banyak pintu masuk untuk terjadinya kriminalisasi pada kurator dan pengurus. Salah satunya bila harta pailit tidak dianggap harta pribadi, maka mungkin terjadi penggelapan,” bebernya.

Diuraikan juga kemungkinan lainnya seperti, adanya kreditur fiktif. Untuk itu, harus dipastikan transaksi legal dan ada bukti pendukung seperti akta notaris, transfer uang dan lain sebagainya.

Narasumber lain, Teddy Anggoro menjelaskan terkait pasal-pasal dalam KUHP yang memang berpotensi menjerat kurator dan pengurus dalam melaksanakan tugas.

Misalnya Pasal 167 KUHP terkait dengan masuk ke rumah/ruangan/pekarangan tertutup orang lain tanpa izin. Kemudian Pasal 263, 264 dan 266 tentang pemalsuan surat, Pasal 310-311 tentang menyerang kehormatan orang lain, Pasal 317 mengenai pengaduan dan pemberitahuan palsu, Pasal 372 tentang penggelapan, Pasal 400 angka (2) tentang mengurangi hak piutang, dan Pasal 406 tentang merusak atau menghilangkan barang orang lain.

Sementara advokat dan kurator senior Muhammad Ismak mengajak para kurator dan pengurus untuk selalu taat pada standar profesi. “Ini adalah benteng utama dalam menjalankan tugas. Selanjutnya, hindari dua orang kurator dan pengurus dari kantor yang sama dalam menangani suatu perkara. Alasannya untuk menghindari peluang dianggap adanya konflik kepentingan,” tukasnya. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan