Ketua Yayasan Sekolah Teologia Intim Berkopiah Jalani Sidang Pidana Pemalsuan Putusan MA

Prof Marthen Napang (berkopiah) tampak memasuki PN Jakpus untuk menjalani persidangan

Jakarta, innews.co.id – Akhirnya, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Hasanuddin Makassar dan Ketua Badan Pengurus Sekolah Tinggi Filsafat dan Theologia (STFT) Indonesia Timur (Intim) Makassar, Prof Marthen Napang, duduk di kursi pesakitan. Dia menjalani persidangan awal di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan perkara nomor 465/Pid.B/2024/PN.Jkt.Pst, dalam perkara dugaan penipuan, penggelapan, dan pemalsuan surat putusan Mahkamah Agung (MA), Rabu (24/7/2024).

Dengan tangan diborgol, mengenakan baju putih lengan panjang, celana hitam dan rompi tahanan, Prof Marthen Napang (Terdakwa), tampak turun dari mobil tahanan Kejaksaan dan digiring masuk ruang sidang.

Pada sidang permulaan ini, Suwarti Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta membacakan dakwaannya di hadapan majelis hakim.

Marthen Napang (tengah bercelana pendek) dikawal para penyidik sebelum diserahkan ke. Kejari Jakarta Pusat

Dalam dakwaannya JPU menyatakan, Prof Marthen Napang telah melakukan serangkaian tindak pidana. Mulai dari penipuan (Pasal 378 KUHP), penggelapan (Pasal 372 KUHP), dan pemalsuan (Pasal 263 ayat (1) dan 263 ayat (2) KUHP).

Runtutan perkara

Dijelaskan, terdakwa mulanya datang ke kantor Dr. John Palinggi bersama Anggia, sekitar Mei 2017, meminta bantuan fasilitas ruangan sebagai kantor pengacara Mahamu Law Firm miliknya. Permintaannya disetujui oleh John Palinggi.

Prof Marthen Napang masih menjabat sebagai Ketua Badan Pengurus Yayasan STFT Intim Makassar

Terdakwa menawarkan diri membantu menyelesaikan perkara Aky Setiawan, ayah angkat John Palinggi di Kalimantan yang kala itu tengah berproses di MA. Guna meyakinkan John, terdakwa menyodorkan beberapa putusan MA yang pernah ia urus dan menang.

Percaya dengan penjelasan terdakwa, John pun menyerahkan pengurusan perkaranya kepada Prof Marthen Napang. Seiring waktu, putusan MA RI Nomor: 219.PK/PDT/2017 tanggal 12 Juni 2017 tersebut pun dikirim lewat e-mail ke John, dengan putusan dikabulkan.

Karena merasa curiga, John berinisiatif mengecek kebenaran dengan menyurati MA. Alhasil, pihak MA mengaku tidak pernah mengeluarkan putusan seperti format yang dikirim terdakwa. Tak hanya itu, ternyata putusan MA menolak kasasi, bukan mengabulkan, seperti yang diberikan oleh terdakwa.

John coba mempertanyakan langsung namun terdakwa selalu mengelak dan sulit dihubungi. John pun mencoba mencari tahu keberadaan terdakwa, termasuk menyurati pihak Universitas Hasanuddin Makassar, tempat di mana terdakwa mengajar sebagai dosen.

Namun justru surat itu menjadi ‘senjata’ terdakwa untuk mempolisikan John. Hingga akhirnya, John ditetapkan sebagai tersangka oleh Polrestabes Makassar selama 17 bulan. “Tak terhitung kerugian yang diderita klien kami saat jadi tersangka. Bahkan, bisnisnya hancur dan hidupnya pun jadi tidak tenang,” kata Muhammad Iqbal, Kuasa Hukum John Palinggi, ketika dikonfirmasi, Senin (29/7/2024).

Sampai akhirnya polisi pun mempetieskan kasus tersebut dan mencabut status tersangka. Merasa tak puas, Prof Marthen menggugat Polrestabes Makassar, namun hasilnya ditolak oleh Hakim di PN Makassar.

Akhirnya, John mempolisikan Prof Marthen dengan laporan memberikan keterangan palsu. Majelis Hakim PN Makassar telah memutuskan memvonis Marthen dengan penjara 6 bulan. Ketika banding, Pengadilan Tinggi (PT) Makassar menolak gugatannya.

Tak hanya itu, John pun melaporkan Prof Marthen ke Polda Metro Jaya (PMJ). Bergerak cepat, penyidik langsung menahan Prof Marthen. Sempat terdakwa mempraperadilankan polisi, namun ditolak oleh PN Jakarta Selatan. Berkas perkara rampung, langsung Marthen diserahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Hingga kini, Prof Marthen mendekam di Rutan Salemba.

“Benar, sidang awal sudah berjalan. Untuk sidang selanjutnya akan diadakan pada Rabu, 7 Agustus 2024, dengan agenda eksepsi dari kuasa hukum terdakwa. Pastinyax terdakwa harus mempertanggunjawabkan semua perbuatannya yang jelas-jelas telah merugikan klien kami,” jelas Iqbal. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan