Ketum AKHKI Beri Masukan RUU Paten di RDP Komisi II DPD RI

Gedung DPD RI, Senayan, Jakarta

Jakarta, innews.co.id – Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Paten sejatinya disegerakan, terutama dalam menyikapi kondisi ekstra ordinari, seperti pandemi Covid-19.

Hal tersebut dikatakan Ketua Umum Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (AKHKI) Dr. Suyud Margono dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dwngan Komisi II Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, terkait Rancangan Perubahan ke-2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten, di Gedung DPD RI, Senayan, Jakarta, Selasa (19/3/2024) lalu.

Suyud menerangkan, dalam UU Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten disebutkan bahwa Hak Eksklusif Paten ada pada para Pemilik Paten (Patent Holders), yang pada umumnya adalah perusahaan farmasi multinasional. Untuk itu, sehingga harus ijin penggunaan dari Pemilik Paten dengan mekanisme lisensi ataupun lisensi wajib.

Dr. Suyud Margono SH., MHum., FCIArb., Ketua Umum AKHKI

Pada kondisi demikian, lanjut Suyud, tentu akan menyulitkan pemerintah ketika dalam kondisi ekstra ordinari masih harus meminta izin dari pemilik paten. Untuk itu, dalam RUU Perubahan UU 13/2016, pemerintah yang akan mengatur pelaksanaan paten terhadap alat-alat kesehatan dan mekanisme impor-ekspor untuk produk farmasi yang memiliki perlindungan paten.

“Situasi kedaruratan kesehatan, seperti saat pandemi Covid-19 memberikan pelajaran berharga. Di mana apabila alat kesehatan dan produk farmasi tidak diatur dan kemudian terjadi kondisi darurat kesehatan yang berdampak pada kebutuhan luar biasa alat kesehatan dan produk farmasi yang dilindungi paten, maka pemerintah tidak memiliki kewenangan melaksanakan paten,” jelasnya.

Dalam paparannya bertajuk “Future of Patent System: Role of Patent Attorneys on Ownership & Human Utilization”, Suyud menerangkan, ketentuan pelaksanaan paten oleh pemerintah terhadap alat-alat kesehatan dan mekanisme impor-ekspor untuk produk farmasi tidak bertentangan dengan TRIPs Agreement, yang selama ini menjadi acuan internasional dalam pengaturan hak kekayaan intelektual.

“Ketentuan Article 31 huruf f TRIPs tidak membatasi pelaksanaan paten oleh pemerintah yang semata-mata hanya untuk kebutuhan dalam negeri,” urai Suyud.

Dia juga menyampaikan bahwa profesi Konsutan KI berdasarkan Peraturan Pemerintah No.100 Tahun 2021 merupakan profesi yang memiliki keahlian khusus memberikan jasa pengurusan permohonan kekayaan intelektual, termasuk pelayanan jasa (services) paten, mulai dari Konsultasi Patentabilitas, Penelusuran (Paten Search), Penyusunan Deskripsi Paten, hingga permohonan Pendaftaran Paten.

Narasumber lain menghadirkan Mien Usihen (Dirjen Kekayaan Intelektual/KI), Drs. Yasmon R. Sati, MLS (Direktur Paten), dan Ranggalawe Suryasaladin (Konsultan & Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia).

Dalam paparannya, Mien Usihen menyampaikan bahwa Rancangan Perubahan UU 13/2016 ditujukan untuk menjamin prosedur pelaksanaan hak atas kekayaan intelektual yang tidak menghambat kegiatan perdagangan serta diselaraskan dengan perkembangan hukum nasional dan internasional.

Selain itu, RUU Paten harus memberikan perlindungan yang adil, tidak hanya bagi kepentingan masyarakat, akan tetapi juga perekonomian global/pemegang paten, baik dalam maupun luar negeri dan disesuaikan dengan standar yang berlaku umum yang didasarkan pada perjanjian internasional. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan