Jakarta, innews.co.id – Tudingan yang dilemparkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Gubernur Papua non-aktif Lukas Enembe terkait menggunakan dana operasional Rp 1 milyar per hari dirasa tendensius dan menyesatkan.
“Lho, sudah beberapa tahun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan laporan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap penggunaan anggaran Pemerintah Provinsi Papua. Sekarang tiba-tiba ada temuan seperti itu dari KPK, gak matching. Kalau memang bermasalah sejak 2019-2022, sudah ada dong catatan dari BPK,” ujar Prof OC Kaligis, Kuasa Hukum Lukas Enembe, di Jakarta, Jumat (30/6/2023).
Dia mengatakan, KPK bilang yang dipakai anggaran negara. “Kan sudah jelas siapa pengguna anggarannya. Kenapa jadi Lukas Enembe yang dipersalahkan, padahal dia bukan pengguna anggaran?” tanyanya lagi.
Sebelumnya, KPK menyatakan bahwa Lukas Enembe menggunakan dana opererasional dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp 1 triliun pada kurun 2019-2022. Temuan ini, membuat KPK kembali menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Tak hanya itu, KPK juga menyita aset Lukas senilai lebih dari Rp 148 miliar.
Begitu juga terkait tender, sambung OC Kaligis, sekarang kan sistemnya sudah electronic tender (e-tender), jadi bagaimana mau diakalin kalau sudah tersistematis.
OC Kaligis meminta KPK tidak tendensius. “Tanyakan dulu ke BPK, kok bisa memberikan WTP atas laporan keuangan Pemprov Papua selama ini, sementara ada temuan seperti ini. Kalau begitu, BPK sudah salah dong,” serunya.
Demikian juga kabarnya mau diselidiki pembangunan Stadion Lukas Enembe. “Padahal, stadion itu diresmikan oleh Presiden Jokowi dan tidak masalah kok selama ini. Itu hanya akal-akalan KPK saja,” tukasnya.
Banyak kejanggalan
Terkait diberi izinnya oleh pengadilan Lukas Enembe dibantar di RSPAD Gatot Subroto, dengan tegas OC Kaligis mengatakan, “Kalau sampai terjadi apa-apa dengan Pak Lukas, bahkan sampai meninggal dunia, bisa dikatakan KPK lah yang ‘membunuh’ Lukas Enembe “.
Dia mencontohkan, Novel Baswedan saja diizinkan berobat ke Singapura, kenapa Lukas tidak boleh? “Dari situ saja sudah nampak KPK pilih kasih. Ada apa ini?” tandasnya.
OC Kaligis menegaskan, ini bentuk pelanggaran HAM dan pelakunya adalah KPK. “Tapi mau bilang apa lagi, yang dihadapi adalah (pemegang) kekuasan. Jadi, suka-suka dia saja memutuskan bagaimana,” cetusnya.
Kejanggalan lain yang ditemukan, lanjutnya, ketika dirinya ditahan penetapan putusan pengadilan menyatakan, jelas-jelas diberi kebebasan waktu berkunjung setiap harinya. Dia bingung, kepada Lukas Enembe begitu dibatasi, tidak bisa setiap hari dan waktunya dibatasi hanya dua jam. “Sebagai kuasa hukum, apa yang bisa kita gali dengan klien kalau hanya 2 jam. Jadi, kebebasan mendapat bantuan hukum juga dirampas. Ini bukan teori equality before the law, tapi teori kekuasaan yang berlaku,” cetusnya.
OC Kaligis menegaskan, kalau orang dalam KPK terlibat tindak pidana dibiarkan, tapi kalau orang luar langsung diframing. “Di internal KPK saja banyak temuan-remuan yang mengagetkan, terlebih akhir-akhir ini. Bagaimana mau benar menangani kasus-kasus kalau di dalamnya sendiri juga banyak masalah,” tukas OC Kaligis. (RN)
Be the first to comment