Benny Wullur: Kalau Gentlemen Kenapa Hotman Paris Harus Takut Adu Tinju dan Debat?

Dr. Benny Wullur, Kuasa Hukum Hendrew Sastra Husnandar, pihak yang berperkara sengketa tanah di Jalan Menteng Raya No. 37, Jakarta Pusat

Jakarta, innews.co.id – Advokat Benny Wullur mengaku bingung. Pasalnya, sosok Hotman Paris Hutapea tampak begitu garang saat menantang Rocky Gerung berduel di atas ring tinju. Namun, saat ditantang olehnya, langsung ciut. Begitu juga saat diajak debat soal putusan inkrah terkait tanah di Jalan Menteng Raya 37, yang kemudian ket inkrachtnya dicabut oleh panitera pun Hotman enggan menanggapi.

“Kenapa jadi dilarikan ke asistennya yang perempuan? Katanya, Hotman Paris sudah ditunjuk sebagai kuasa hukum PT Bangun Inti Artha, lawan klien saya, Hendrew Sastra Husnandar (HSH), pada perkara tersebut. Kok rekan Hotman malah berlindung dibalik perempuan? Gak salah tuh,” kata Benny, menanggapi komentar Hotman Paris di innews, Sabtu (25/5/2024).

Menurutnya, Kantor Hukum yang dipakai PT BIA kan berlabel Hotman Paris. “Jelas yang digunakan kan kantor hukumnya. Paling tidak sebagai pimpinan kantor tentu juga tahu permasalahannya,” ujar Benny lagi.

Sejak beberapa waktu lalu, Benny begitu bersemangat menantang Hotmat Paris adu jotos di ring tinju. Bahkan dirinya mengaku sudah mempersiapkan diri dan berlatih. “Saya yakin bisa meng-KO-kan dia. Kalau dia gentlemen kenapa harus takut diajak bertinju dan debat?” ucapnya bersemangat.

Sayangnya, dengan santai Hotman membalas tantangan Benny dengan mengatakan, “Siapa itu orang! Aku gak kenal! Kasus itu yang tangani asistenku cewek!! Dia mau nantang cewek bertinju?”

Tak hanya adu jotos, Benny juga siap menantang Hotman debat terkait dicabutnya ket inkracht kasus Menteng Raya 37 yang dilakukan oleh panitera di PN Jakpus. “Seumur-umur berperkara di pengadilan, baru kali ini saya temukan putusan yang sudah inkrah bisa dicabut ket inkrachtnya hanya oleh panitera dengan alasan terlapor ganti kuasa hukum yang baru,” seru Benny.

Dirinya mengaku juga telah melaporkan panitera tersebut ke Ketua Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Ketua PT DKI Jakarta, sampai ke Presiden RI. “Sudah saya surati, namun sampai sekarang belum ada balasan. Apa jadinya negara ini kalau putusan yang sudah inkrah seenaknya bisa dicabut ket inkrachtnya oleh panitera. Bahkan hakim pun sudah tidak dianggap lagi,” tukasnya. Dimana kepastian hukumnya?

Kasus Menteng Raya 37

Terkait kasusnya, Benny menjelaskan, terjadi transaksi jual-beli tanah antara HSH (pembeli) dengan Ikatan Wanita Kristen Indonesia (IWKI/penjual) di Jalan Menteng Raya No. 37 dengan Hak Guna Bangunan (HGB) bekas Eigendom Nomor: 19766, pada 12 Juli 2007.

Pada 12 September 2007, objek tanah dieksekusi oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dari penguasaan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dan diserahkan kepada IWKI, sebagaimana Penetapan No:025/2003.Eks tanggal 7 September 2007 perihal Berita Acara Eksekusi Pengosongan No:025/2003.

Sesudah eksekusi berjalan mulus dan tanah tersebut sudah dibenteng oleh klien kami, sambung Benny, tiba-tiba muncul PT Wijaya Wisesa Realty (WWR) yang mengklaim haknya terhadap tanah Menteng Raya 37. Konon, PT WWR ini telah membeli tanah objek tanah tersebut dari PT NHT melalui proses lelang yang diduga prosedurnya cacat hukum. Sementara PT NHT membeli tanah tersebut dari PGI.

Benny menilai lelang tersebut sangat janggal karena pemegang saham PT WWR sebagai pemenang lelang, sebagian besar sama dengan yang ada di PT NHT.

“Perlu diketahui PT WWR telah pula mengalihkan tanahnya kepada PT Bangun Inti Artha, di mana pemegang saham dari PT BIA merupakan sebagian besar pemegang saham di PT Wijaya Wisesa dan PT Nirwana Harapan Tunggal,” bebernya.

“Proses lelang berjalan janggal karena atas tanah tersebut tidak pernah dipasang Hak Tanggungan, dan terjadinya lelang melalui lelang sukarela dan prosesnya terjadi hanya dalam satu hari,” tuturnya.

Dugaan adanya permainan mafia tanah menguat. Pun diduga ada permainan mafia peradilan. Menurut Benny, itu bisa dilihat begitu sulitnya proses eksekusi tanah Menteng Raya 37 yang sudah dimiliki kliennya. Bahkan perkara perdata yang telah diputuskan di PN Jakarta Pusat, kata dia, secara sepihak ket inkrachtnya dibatalkan/dicabut oleh pihak panitera PN Jakarta Pusat.

Tidak sampai disitu saja, lanjut Benny, kliennya (HSH), juga dikriminalisasi dengan laporan pidana di Polda Metro Jaya dari Budiman selaku perwakilan PT Wijaya Wisesa dan meskipun sudah di SP3, kembali dilaporkan oleh PT BIA di Bareskrim Polri dengan laporan dan pasal yang sama dengan di Polda Metro.

“Untuk perkara di Polda Metro Jaya sudah keluar Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Nomor: B/7729/V/RES.1.9/2020/Direskrimum tertanggal 30 April 2020, karena dinilai tidak cukup bukti. Sementara untuk pengaduan di Mabes Polri masih berlanjut. “Penetapan Bapak Hendrew menjadi tersangka merupakan bentuk kriminalisasi,” tandasnya. Meskipun Tersangka sudah dinyatakan tidak sah karena kita menang praperadilan.

Benny berharap semua pihak yang terkait dapat menanggapi tantangan dan dugaan yang telah disampaikan dengan serius demi keadilan dan kebenaran.

Dirinya menegaskan, pihaknya akan terus memperjuangkan hak-hak klien dan berkomitmen untuk mengungkapkan kebenaran dibalik sengketa tanah Menteng Raya 37 ini,” tegasnya. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan