
Yogyakarta, innews.co.id – Sejatinya, profesi hukum memiliki aspek multidisiplin ilmu, terutama pada praktik non-litigasi.
Sayangnya, kebanyakan masyarakat menilai profesi hukum selalu dikaitkan dengan penyelesaian sengketa atau dikenal dengan praktik litigasi yang hasilnya selalu win or loose.
Tak heran praktik hukum kerap dianggap tidak menghasilkan/berdampak keadilan bila penyelesaian suatu perkara dilakukan secara hard and power approach.

“Integritas profesi hukum dimulai sejak fase rekrutmen. Juga dalam menjalankan profesi hukum harus dilakukan menurut kepatutan sesuai kaidah dan norma yang berlaku, sehingga orietasi profesi dengan mindset approached pada profesi hukum, khususnya bagi orang muda yang memiliki passion, akan sangat penting dalam memberi akses bagi keadilan dan perlindungan,” kata Dr. Suyud Margono, Praktisi Hukum dan Akademisi, dalam Workshop Kegiatan Orientasi Profesi Siswa SMA Kolose De Britto, Yogyakarta, Selasa (1/10/2024) lalu.
Dalam paparannya berjudul berjudul “Peran & Tantangan Profesi Hukum di Era Digital”, Ketua Umum Asosiasi Konsultan Hak Kekayaaan Intelektual (AKHKI) ini menyampaikan bahwa hukum merupakan kebutuhan publik, di antaranya mewujudkan sistem hukum nasional yang komprehensif dan sistemik serta bisa berlaku hingga internasional.
Suyud menegaskan, dalam menjalankan profesi hukum, seseorang dituntut memiliki integritas dalam hubungan dengan klien, sesama rekan sejawat, juga dengan publik. Karenanya, mereka harus bertanggung jawab menjaga citra dan kehormatan profesi.
Menurutnya kinerja dengan standar profesional, di antaranya:
√ Menjaga kerahasiaan informasi yang dikuasakan kepadanya;
√ Membuat, menyelenggarakan, menjaga tata kearsipan dan dokumentasi;
√ Memiliki kantor dengan alamat kantor jelas;
Suyud menekankan, dengan adanya tantangan profesi hukum di era digital, maka dituntut profesionalisme. Tidak dikalkulasi berdasarkan jumlah klien, lamanya praktik, dan sistem manajemen kantor. Namun juga terkait pemahaman terhadap current issue, regulasi serta kinerja profesi yang menunjangnya. Misal: program pendidikan lanjutan, sertifikasi dan lisensi profesi.
“Selain itu, dinamika Free Trade/Professional Zone berdampak pada persaingan terbuka dengan adanya Firma/Konsultan Asing bagi profesi hukum (Non-Penegak Hukum). Pada gilirannya dapat mengaplikasikan profesi hukum dalam komunitas internasional (international lawyers community),” pungkas Suyud. (RN)
Be the first to comment