Jakarta, innews.co.id – Bunuh diri menjadi fenomena yang kerap terjadi di dalam masyarakat. Seolah bunuh diri menjadi solusi agar terbebas dari himpitan masalah.
Berbagai alasan melatarbelakangi terjadinya bunuh diri. Mulai dari himpitan ekonomi, sakit hati, sampai hutang yang menumpuk.
“Keinginan untuk mati bukanlah refleksi lemahnya iman seseorang, melainkan jeritan permohonan akan pertolongan,” kata dr. Theresia Citraningtyas, MWH., PhD., Sp.KJ., Wakil Rektor III Ukrida, dalam keterangannya, di Jakarta, Selasa (22/10/2024).
Citraningtyas menilai penting bagi masyarakat untuk merespon dengan empati, tidak menghakimi, dan fokus pada penyembuhan.
“Sebagai bagian dari komunitas, kita memiliki tanggung jawab menciptakan lingkungan yang mendukung pemulihan,” ujarnya.
Dirinya menambahkan, guna meminimalisir hal tersebut, penting dilakukan pendekatan yang berfokus pada penyembuhan, baik dalam tindakan sehari-hari, termasuk melalui pemberitaan. Diingatkan, kata-kata memiliki kekuatan besar yang bisa membawa penyembuhan atau malah memperburuk situasi krisis.
Psikiater ternama ini menegaskan, “Beranikan bertanya, Apakah terlintas pikiran mengakhiri hidup? Apa yang membantu bertahan? Dengarkan dengan tenang dan peduli. Perhatikan diri sendiri”.
Dia menambahkan, ketika hidup terasa berat atau suram, beranikan terbuka pada orang yang dipercaya atau datanglah ke profesional. Jangan menghakimi orang lain maupun diri sendiri. “Setiap nyawa berharga. Mari saling menerima apa adanya dan terus berjuang untuk menyelamatkan kehidupan,” tukasnya.
Isu bunuh diri bukanlah persoalan individu semata, melainkan tanggung jawab kolektif yang menuntut kepedulian dan tindakan nyata dari setiap lapisan masyarakat. (RN)
Be the first to comment