Jakarta, innews.co.id – Bagi maskapai penerbangan, kelas premium memiliki nilai tinggi, terutama dalam memberi keuntungan bisnis.
Data International Air Transport Association (IATA) menyebutkan, pada tahun-tahun normal sebelum pandemi, penumpang kelas bisnis dan kelas satu hanya menyumbang sekitar 12% dari total penumpang, namun menyumbang hampir 75% dari total keuntungan maskapai.

“Harus diakui, kelas premium, baik itu kelas bisnis atau kelas satu menjadi sumber profit utama bagi maskapai,” kata Founder Masyarakat Hukum Udara, Andre Rahadian, SH., LL.M., M.Sc., di Jakarta, Senin (4/8/2025).
Dijelaskan, meskipun jumlah penumpang ekonomi jauh lebih besar, margin keuntungan dari kelas premium jauh lebih tinggi.
Pasalnya, harga tiket premium bisa 4-10 kali lipat lebih mahal dibanding tiket ekonomi. Sementara biaya tambahan seperti makanan dan layanan tidak naik secara proporsional.
Harvard Business Review dalam studinya juga memperkuat fakta ini. Mereka menyatakan bahwa kursi premium memberikan kontribusi margin yang jauh lebih besar per kursi per mil, dibandingkan kursi ekonomi.
“Fakta ini membuat banyak maskapai fokus meningkatkan layanan dan kenyamanan di kabin premium untuk menarik lebih banyak penumpang korporat dan pelancong kelas atas,” jelas praktisi hukum yang juga praktisi hukum, Partner Hanafiah Ponggawa & Partners Law Firm (Dentons HPRP) ini.
Kalau dilihat, kalangan atas merupakan peminat kelas premium ini. Nampaknya, mereka tidak terlalu sensitif terhadap harga. “Perjalanan mereka sering kali dibayar oleh perusahaan dan fleksibilitas jadwal lebih penting daripada mencari harga termurah,” terang Andre yang juga Vice Chairman Infrastructure APINDO ini.
Selain itu, maskapai juga sering mengikat kontrak korporat jangka panjang untuk layanan premium ini, sehingga bisa menciptakan pendapatan yang lebih stabil.
Jadi, meskipun secara jumlah kursi penumpang ekonomi mendominasi, maskapai penerbangan tetap sangat bergantung pada kelas bisnis dan kelas satu untuk profitabilitas. Maka tak heran jika bagian depan pesawat mendapat perlakuan paling istimewa, karena di sanalah keuntungan maskapai benar-benar terbang tinggi.
Saat ini, sejumlah maskapai di dunia tengah coba memodifikasi pelayanan kelas premium sehingga lebih nyaman bagi para penumpang. Maskapai seperti Lufthansa, British Airways, Qantas, Emirates, Singapore, dan Air France, bertekad mempertahankan kelas bisnisnya, meski ada maskapai lain yang mau menghapus kelas tersebut. Dengan kata lain, kelas bisnis tidak akan mati, hanya mengalami perubahan citra. (RN)











































