Jakarta, innews.co.id – Upaya negosiasi terhadap tarif resiprokal sebesar 32% yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump terhadap produk Indonesia, belum membuahkan hasil.
“Kebijakan tarif impor 32% bagi produk Indonesia ke AS tentu akan sangat berdampak bagi pelaku usaha di Indonesia, terutama mereka yang selama ini mengekspor produknya ke AS,” kata Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) DKI Jakarta, Diana Dewi, dalam keterangan persnya, di Jakarta, Minggu (13/7/2025).
Tidak tanggung-tanggung, sejumlah ekonom memprediksi bakal terjadi penurunan ekspor mencapai 25%.
Menurut Diana Dewi, yang bakal terjadi pastinya kenaikan harga, penurunan permintaan, serta semakin sulitnya memperoleh bahan baku akibat terganggunya rantai pasok akan menjadi hal yang mungkin saja terjadi.
“Hal tersebut sudah pasti akan berdampak pada penurunan output ekonomi nasional dan surplus perdagangan Indonesia. Selain itu, serapan tenaga kerja di Indonesia juga akan sangat minim,” ujarnya.
Sejumlah sektor yang paling terdampak antara lain, perusahaan tekstil, alas kaki, dan perikanan. Diprediksi bila kondisi terus seperti ini, perusahaan tersebut bisa collaps dan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) yang mencapai 1,2 pekerja.
Founder Toko Daging Nusantara ini menegaskan, meratapi kebijakan impor 32% oleh Presiden AS adalah sebuah kesalahan besar.
“Justru kita harus melihat ini sebagai sebuah peluang untuk merambah pasar-pasar baru di berbagai belahan dunia lainnya. Kita jangan lagi bergantung pada pasar AS. Dunia bisnis itu dinamis, tidak statis. Kita tidak bisa menunggu dan hanya berharap kondisi akan membaik dengan sendirinya. Dunia usaha harus tetap lincah bergerak untuk mencari peluang-peluang baru di tempat lain,” serunya bersemangat.
CEO Suri Nusantara Jaya ini menjelaskan, saat ini Pemerintah Indonesia tengah melakukan lobi-lobi agar tarif resiprokal bisa diturunkan. Tentu banyak pihak berharap upaya tersebut bisa berhasil.
Di sisi lain, para pengusaha perlu melakukan berbagai upaya konkrit guna menekan biaya atau efisiensi, kalau tidak ingin perusahaannya tutup. Mulai dari pengetatan biaya operasional, evaluasi produksi, biaya logistik hingga distribusi.
Selain itu, perlu dipertimbangkan untuk menggunakan bahan baku lokal yang diharapkan harga bisa lebih murah.
Diversifikasi ekspor
KADIN DKI Jakarta, kata Diana Dewi, mendorong para pelaku usaha, khususnya yang terdampak langsung terjadap kebijakan tarif resiprokal ini untuk melakukan diversifikasi pasar ekspor.
Ada sejumlah negara yang cukup potensial, seperti Afrika, Amerika Latin, Eropa Timur, dan sebagainya. Namun, tentu hal tersebut harus dibarengi dengan peningkatan kualitas produk. Karena tentu ada standar tersendiri yang diterapkan oleh masing-masing negara.
“Diversifikasi pasar ekspor sangat mungkin dilakukan dengan catatan para pelaku usaha juga melakukan sejumlah pembenahan di internal, khususnya terkait produk yang dijual,” sarannya.
Bagi Diana Dewi, kenaikan tarif resiprokal tidak melulu harus dilihat dari kacamata negatif. “Sebaliknya, bila kita bergegas untuk mengambil langkah-langkah strategis, saya yakin, perusahaan di Indonesia akan tetap berjalan dengan baik,” tukasnya. (RN)













































