Jakarta, innews.co.id – Pengusaha nasional Diana Dewi mewanti-wanti pemerintah akan potensi yang bisa terjadi dibalik kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen, yang kabarnya mulai diberlakukan per 1 Januari 2025 nanti.
“Kondisi perekonomian sedang tidak stabil, baik dalam maupun luar negeri. Dunia usaha sementara melakukan efisiensi dan pengetatan anggaran. Bila PPN dinaikkan, efeknya akan sangat terasa, tidak saja bagi para pengusaha, tapi juga masyarakat luas,” kata Diana Dewi yang juga Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Provinsi DKI Jakarta, dalam keterangan persnya di Jakarta, Jumat (22/11/2024).
Dampak lain yang mungkin terjadi, lanjut Diana, adalah pemutusan hubungan kerja (PHK). “Saat ini, daya beli masyarakat menurun sehingga penjualan dan produksi juga ikut menurun. Ketika PPN naik, maka supply dan demand akan menurun, sehingga karyawan berisiko mengalami PHK,” urai Founder Toko Daging Nusantara ini.
Lebih jauh Diana yang beberapa waktu lalu meraih penghargaan detikcom Award 2024 sebagai Tokoh Wanita Penggerak Ekonomi & UMKM Provinsi DKI Jakarta ini menguraikan, ada 3 alasan mengapa kenaikan PPN 12% harus dikaji ulang.
Pertama, PPN yang dikenakan pada transaksi jual beli barang kena pajak (BKP) serta jasa kena pajak (JKP) berdampak langsung pada daya beli masyarakat. Kedua, kondisi perekonomian global masih penuh ketidakpastian karenanya kenaikan PPN berpotensi memperlambat pemulihan ekonomi nasional.
Ketiga, sektor-sektor ekonomi seperti sektor ritel, pariwisata, dan industri dikhawatirkan paling terdampak dengan kenaikan PPN ini.
Diana menyarankan agar pemerintah membatalkan kenaikan PPN 12 persen dan mendorong kondisi konsumsi dan industri kembali pulih. Disamping itu, pemerintah juga bisa melakukan evaluasi terhadap pajak penghasilan (PPh) sebelum menerapkan PPN 12 persen. (RN)