Jakarta, innews.co.id – Penolakan terhadap Kapolres Tana Toraja terus bergulir. Bahkan, dengan tegas meminta agar Kapolres dicopot.
Hal tersebut disuarakan lantang oleh Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Tana Toraja, terkait polemik pembangunan mushola di Kelurahan Buntu Burake, Kecamatan Makale, Tana Toraja, Sulawesi Selatan.

Seperti diketahui, Kapolres Tana Toraja AKBP Budi Hermawan melakukan peletakan batu pertama pembangunan tempat ibadah yang berada di lokasi kawasan wisata religi Patung Yesus Buntu Burake, Tana Toraja, Sulawesi Selatan, pada Minggu, 8 Juni 2025 lalu.
Dilaporkan, pembangunan mushola tersebut menuai kontroversi karena tanpa izin mendirikan bangunan (IMB) serta belum mengantongi rekomendasi dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), sebagaimana diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006, Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan FKUB, dan Pendirian Rumah Ibadah.
Dalam Pasal 13 dan 14 Perber tersebut ditegaskan, “Pendirian rumah ibadah dilakukan atas dasar kebutuhan nyata dan tidak menimbulkan keberatan dari masyarakat setempat, serta harus memenuhi persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung, serta persyaratan khusus berupa daftar nama dan KTP paling sedikit 90 orang pengguna rumah ibadah yang disahkan pejabat setempat, serta rekomendasi tertulis dari FKUB dan kepala kantor departemen agama setempat”.
“Peletakan batu pertama oleh Kapolres AKBP Budi Hermawan adalah bentuk keterlibatan aktif yang tidak bisa dianggap netral. Ini bukan hanya soal kehadiran saja, tapi soal ketidakpekaan terhadap konteks sosial dan religius masyarakat Toraja,” kata Ketua GMKI Tana Toraja, Nopen Kessu, dalam pernyataan resminya, Jumat (13/6/2025).
Menurutnya, tindakan Kapolres Tana Toraja, AKBP Budi Hermawan melakukan peletakan batu pertama sementara mushola tersebut belum memenuhi persyaratan, merupakan bentuk kelalaian serius terhadap prosedur hukum dan norma sosial masyarakat Toraja.
Ditegaskan, pihaknya tidak anti terhadap toleransi beragama di Toraja secara umum. Namun perlu dikedepankan sikap saling menghargai lewat komunikasi yang baik dengan warga, tokoh-tokoh masyarakat, pemerintah dan unsur-unsur lainnya, agar tercipta keharmonisan di antara masyarakat.
“Tindakan Kapolres bukan hanya ceroboh, namun juga berpotensi merusak harmoni antarumat beragama di daerah yang selama ini dikenal sebagai wilayah dengan toleransi tinggi,” serunya.
Baginya, Kapolres telah melangkahi mekanisme yang berlaku dan justru menambah ketegangan. “Karena itu, kami meminta Kapolda Sulsel untuk segera mengambil langkah tegas mencopot beliau dari jabatan Kapolres Tana Toraja,” tegas Nopen.
GMKI Tana Toraja juga menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat untuk menjaga kerukunan dan menahan diri, sembari mendorong pemerintah dan aparat penegak hukum untuk bertindak adil dan menjunjung tinggi aturan perundang-undangan dalam menyelesaikan persoalan ini.
Hingga kini, tiang-tiang yang telah ditancapkan di lokasi tersebut belum dicabut. Beredar rumor, ada oknum yang meminta agar membiarkan tiang-tiang tersebut tetap berdiri. Benarkah oknum tersebut menjadi bekingnya?
“Belum dibongkar sampai hari ini,” ujar Romo Vius Octavius dari Keuskupan Agung Makassar.
Kabarnya, hari ini akan ada pertemuan antara Pemda dengan FKUB setempat membahas polemik tersebut. (SR)