Jakarta, innews.co.id – Kebijakan tarif resiprokal yang dibuat Presiden Trump memiliki dampak luas bagi dunia internasional. Bahkan, Indonesia pun menjadi salah satu negara yang tarif ekspornya dinaikkan. Saat ini, bisa dikatakan telah terjadi ketidakpastian perekonomian global.
Bahkan, banyak pihak memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2025 akan menurun dari 3,2 persen menjadi 2,9 persen.

Perang dagang antara AS dan China sepertinya tak terhindari. Lalu, bagaimana kita menyikapi hal tersebut?
“Perang dagang, khususnya antara AS dan China sebenarnya sudah berlangsung lama. Mulai muncul ke permukaan pada tahun 2018 silam. Ketika itu Amerika Serikat juga dipimpin oleh Donald Trump,” kata pengusaha nasional Diana Dewi, dalam keterangan persnya, di Jakarta, Kamis (24/4/2025).
Terpilihnya Donald Trump menjadi Presiden AS ke-47 periode 2025-2029, memang sudah diprediksi bahwa perang dagang tersebut akan kembali berlanjut. Dan, benar saja terjadi di awal-awal pemerintahannya. China pun tidak tinggal diam dan melakukan ‘perlawanan’. Bila tensi kedua negara terus meningkat, maka negara-negara lain pasti akan terdampak, termasuk Indonesia.
Pada Desember 2024 lalu, nilai ekspor Indonesia ke China tercatat sebesar USD 6,033 miliar. Sementara itu, nilai ekspor Indonesia ke Amerika Serikat pada tahun 2024 tercatat sebesar USD 26,31 miliar.
“Perlu diketahui, ketidakpastian ekonomi global juga dikarenakan masih berlangsungnya konflik di sejumlah negara seperti Rusia dengan Ukraina, Palestina dengan Israel, dan lainnya. Jadi, perang dagang Amerika Serikat dengan China kian memperburuk kondisi perekonomian global,” urai CEO Suri Nusantara Jaya ini.
Dampak
Perang dagang AS dan China memiliki dampak signifikan pada dunia internasional, antara lain:
- Rantai pasok global akan terganggu
- Terjadi fluktuasi mata uang asing yang membuat harga-harga global ikut terfluktuasi
- Perdagangan lintas negara jadi terganggu
- Penurunan harga komoditas global
- Menurunnya volume perdagangan dunia.
- Perang dagang menciptakan ketidakpastian kebijakan ekspor-impor, sehingga mempersulit perencanaan dan pengambilan keputusan bisnis oleh pelaku usaha.
Sementara dampaknya ke Indonesia:
- Terjadi penurunan ekspor
- Nilai barang ekspor akan melonjak dan membuat harga komoditas asal Indonesia menjadi tidak kompetitif lagi di pasar global
- Pendapatan negara dari ekspor jadi tidak maksimal
- Kemungkinan kehilangan pangsa pasar, di mana selama ini Amerika Serikat menjadi salah satu tujuan ekspor utama dari komoditi Indonesia
- Penurunan produksi, yang muaranya bisa terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). Itu sudah nampak dari industri manufaktur dan akan merembet ke industri-industri lain, terutama yang berorientasi ekspor.
- Depresiasi nilai rupiah hingga 10-11%, meningkatkan biaya impor bahan baku dan energi, serta menekan sektor manufaktur domestik.
- Perang dagang dapat mengancam kondisi pasar modal di Indonesia.
- Perang dagang juga dapat mengurangi investasi asing langsung (FDI) dari AS ke Indonesia, karena perusahaan AS mungkin lebih fokus pada pasar domestik.
Untuk itu, pemerintah perlu melakukan sejumlah langkah-langkah terukur sebagai antisipasi, yakni:
- Memperkuat ketahanan ekonomi nasional berbasis industri dalam negeri, digitalisasi UMKM, dan hilirisasi SDA.
- Diversifikasi pasar ekspor dengan mengurangi ketergantungan pada AS dan China, dan membuka pasar baru di Afrika, Asia Selatan, dan Timur Tengah.
- Memperkuat pertahanan siber nasional guna mengantisipasi potensi spionase industri dan cyber warfare.
- Menjaga posisi netral, namun aktif dalam politik luar negeri untuk tidak terjebak dalam blok kekuatan tertentu.
- Membenahi kebijakan moneter, seperti meningkatkan suku bunga untuk menjaga daya tarik pasar domestik dan mengantisipasi keluarnya modal asing.
- Membantu dunia usaha agar tetap bisa kokoh berdiri, melalui pemberian insentif atau stimulus usaha.
- Melakukan upaya lobi-lobi dengan negara lain, baik yang sifatnya bilateral, multilateral, maupun community. Seperti BRICS atau lainnya.
Sementara bagi para pelaku usaha:
- Meningkatkan daya saing produk dengan memanfaatkan teknologi dan inovasi untuk memenuhi kebutuhan pasar global.
- Mengambil peluang dari relokasi industri yang dilakukan perusahaan-perusahaan China untuk menghindari tarif AS atau sebaliknya dengan mencari investor baru, baik dari lokal maupun negara lainnya.
- Melakukan diversifikasi sumber bahan baku dengan mengurangi ketergantungan pada input industri dari Tiongkok melalui diversifikasi sumber bahan baku.
- Mengembangkan industri substitusi impor untuk mengurangi ketergantungan pada produk impor dan meningkatkan nilai tambah produk ekspor.
“Saya menghimbau para pelaku usaha untuk benar-benar mencermati produktifitas usahanya, melakukan efisiensi, memangkas anggaran-anggaran yang kurang efektif, sehingga tidak sampai melakukan PHK,” seru Ketua Umum KADIN DKI Jakarta ini
Selain itu, para pelaku usaha bisa melihat peluang-peluang pasar baru yang mungkin bisa dimanfaatkan dan berpotensi untuk dikembangkan kedepannya. (RN)