Jakarta, innews.co.id – Meski saat ini belum terlalu kelihatan, namun bila konflik Israel-Iran berkelanjutan, berpotensi memberi dampak negatif terhadap industri padat karya (IPK) di Indonesia.
“Potensi yang mungkin muncul dari konflik Israel-Iran antara lain: kenaikan harga bahan baku yang diakibatkan naiknya harga minyak dunia. Juga terjadi gangguan rantai pasok bahan baku dan komponen yang dibutuhkan oleh industri padat karya. Juga bisa terjadi penurunan permintaan,” kata Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) DKI Jakarta, Diana Dewi, dalam keterangan persnya, di Jakarta, Minggu (29/6/2025).
Akan tetapi, menurutnya, tidak hanya konflik tersebut, ada faktor lain yang berpengaruh seperti, persaingan global, naiknya biaya produksi, dan kurangnya investasi teknologi di banyak perusahaan.
Founder Toko Daging Nusantara ini menegaskan, bisa terjadi penurunan permintaan karena gangguan logistik dan ekspor yang dialami pelaku usaha tekstil. Penurunan permintaan juga diakibatkan kendala bahan baku dan jalur pasokan yang cenderung rawan.
“Dalam hal ini pemerintah dan pelaku usaha harus duduk bersama untuk mencari jalan keluar agar industri padat karya tidak sampai collaps yang tentunya berbuntut panjang, mulai dari pengurangan karyawan, pemutusan hubungan kerja (PHK), serta penutupan perusahaan,” jelas CEO Suri Nusantara Jaya ini.
Momok mengerikan
Harus diakui, kata Diana Dewi, ketidakpastian global menjadi momok yang mengerikan bagi para pelaku usaha. Tentu perlu ada upaya-upaya signifikan dan terukur guna mengatasi persoalan tersebut.
“Pemerintah perlu melakukan optimalisasi pengeluaran fiskal untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi dalam negeri melalui proyek infrastruktur dan sektor-sektor yang dapat memacu aktivitas ekonomi,” usulnya.
Selain itu, pemerintah perlu mereformasi kebijakan ekonomi, bahkan melakukan deregulasi untuk mempermudah investasi, memperbaiki iklim usaha agar lebih kompetitif, dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan.
Juga mengelola risiko fluktuasi nilai mata uang dengan memantau perubahan nilai tukar dan mengambil langkah-langkah untuk mengurangi dampak negatifnya.
Sementara pelaku usaha juga bisa mengoptimalkan potensi ekspor dengan melakukan diversifikasi produk dan diversifikasi pasar melalui penguatan hubungan dagang denhan negara-negara lain yang tidak berkonflik. Serta dapat mengupayakan cadangan keuangan dalam menghadapi perubahan harga komoditas. Cadangan kuangan bisa digunakan saat harga komoditas tinggi atau di masa krisis.
Diana Dewi mengungkapkan beberapa strategi mitigasi jangka pendek dan panjang untuk sektor industri padat karya menghadapi potensi gejolak global.
Untuk jangka pendek, melalui peningkatan produktifitas, baik melalui investasi teknologi maupun peningkatan keterampilan tenaga kerja. Bisa juga dengan mengembangkan strategi pemasaran yang efektif untuk meningkatkan penjualan dan memperluas pasar.
Sementara untuk jangka panjang, melakukan diversifikasi produk untuk mengurangi ketergantungan pada produk tertentu dan meningkatkan ketahanan industri.
Juga dengan terus mengupayakan peningkatan daya saing, meningkatkan infrastruktur, mengembangkan industri hilir untuk meningkatkan nilai tambah produk dan pendapatan, termasuk meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. (RN)