Diana Dewi: Pemerintah Harus Represif dan Preventif Tutup Judol

Diana Dewi, pengusaha sukses yang juga Ketua Umum KADIN Jakarta

Jakarta, innews.co.id – Upaya gencar pemerintah memberantas judi online (judol) terus dilakukan. Meski terkesan agak kepayahan, namun pemerintah terus berupaya. Sebab dalam judol dikenal istilah ‘mati satu tumbuh seribu’.

“Perlu upaya represif dan preventif dari pemerintah dan seluruh komponen bangsa untuk dapat memerangi judi online,” kata Pengusaha nasional yang sukses Diana Dewi, di Jakarta, Selasa (25/2/2026).

Data Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebutkan kerugian yang diderita akibat judol mencapai Rp 138 triliun per tahun. Hal tersebut tentunya memberikan dampak yang signifikan terhadap perekonomian negara.

Dari sisi ekonomi, kerugian yang dialami akibat judol antara lain, kerugian finansial secara pribadi, mengurangi pendapatan negara, dan ekonomi secara makro juga rugi.

Sementara secara pribadi, muncul stres yang berkepanjangan, depresi, menjadi pribadi yang labil, dan berpotensi merusak hubungan dalam keluarga. Selain itu juga bisa merusak reputasi atau citra diri, kehilangan banyak waktu, dan menyuburkan kriminalitas.

“Harus diakui, upaya pemerintah membasmi judol cukup keras. Namun, ada saja kendala yang dihadapi,” ujar Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Daerah Khusus Jakarta ini.

Beberapa kendala yang dimaksud terkait perangkat pendeteksi yang ada, di mana pemerintah kerap kesulitan mendeteksi server judol berada di mana. Kalaupun ditemukan, mungkin karena lintas negara sehingga tidak bisa ditutup. Diduga saat ini sudah ada teknologi canggih yang digunakan untuk menghindari deteksi.

Juga keterbatasan sumber daya manusia, perangkat, dan teknologi yang digunakan.

Kendala lainnya, meski perangkat hukumnya sudah ada, namun belum bisa efektif menjerat pelaku, apalagi bila pelaku herada di luar wilayah yurisdiksi Indonesia.

Belum lagi, kendala sosial di mana bagi sebagian masyarakat sudah tergantung dengan judol, sehingga meski banyak akses judol ditutup, pelaku tetap berupaya mencari akses-akses lainnya. Masih kurangnya kesadaran masyarakat akan bahaya judol. Orang masih tergiur dengan iming-iming dan mimpi menjadi kaya dalam semalam.

“Saya berharap pemerintah dan para stakeholder lainnya tidak berhenti berupaya untuk membasmi judi online karena itu bisa menjadi penyakit sosial dalam masyarakat kita. Selain itu, pemerintah harus lebih memperketat aturan serta akses untuk menggunakan judi online,” seru Founder Toko Daging Nusantara ini.

Hal lainnya, pemerintah bisa melakukan sosialisasi yang lebih masif kepada masyarakat sehingga merubah paradigma berpikir. Peran para tokoh agama juga penting untuk memperkuat keimanan setiap orang sehingga tidak mudah tergiur dengan iming-iming ‘surga’ judol.

“Memerangi judi online menjadi tugas bersama. Pemerintah tidak bisa melakukan sendiri, perlu peran aktif dari semua pihak, termasuk masyarakat,” pungkas Diana. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan