Jakarta, innews.co.id – Secara umum, para pelaku usaha mendukung diterapkannya Government Technology (GovTech) atau INA Digital. Namun, itu saja tidak cukup. Pemberantasan korupsi pun harus semakin ditingkatkan. Pasalnya, masih banyak terjadi kebocoran keuangan negara oleh oknum-oknum di pemerintahan yang tidak bertanggung jawab.
Seperti diketahui, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menyebut orang yang belum membayar pajak tidak bisa mengurus paspor hingga SIM. Wajib pajak orang pribadi maupun badan atau perusahaan.
Menurut Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) DKI Jakarta, Diana Dewi, rekomendasi Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) kepada Presiden Prabowo Subianto ini merupakan bagian dari empat pilar digitalisasi yang dirancang untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan efektivitas tata kelola negara. Dan, rekomendasi ini sifatnya memaksa.
“Tentu bila tujuannya demikian, kami sebagai pengusaha ikut mendukung karena memang dalam pengelolaan negara, terutama di sektor keuangan perlu ada transparansi, akuntabilitas, dan keterbukaan,” ujar Diana, di Jakarta, Senin (13/1/2025).
Meski begitu, lanjutnya, kita tentu tidak hanya berpijak pada punishment semata. “Bila rakyat sudah taat, tentu harus dibarengi dengan peran besar pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat,” imbuhnya.
Dibeberkannya, fakta saat ini, masih banyak terjadi kasus korupsi, bahkan melibatkan pejabat negara, baik di pusat sampai ke daerah-daerah. Hal ini juga harus mendapat perhatian besar. Jangan nanti rakyat akan merasa seperti dipaksa membayar pajak, sementara pajak yang dibayarkan justru dikorupsi.
“Pemerintah harus juga seimbang dalam menerapkan kebijakan. Pada dasarnya kami tidak keberatan dengan kebijakan tersebut sepanjang dibarengi dengan punishment yang tegas terhadap pencuri uang negara,” serunya.
Pihaknya, lanjut Founder Toko Daging Nusantara ini, sepemahaman bila GovTech atau INA Digital diterapkan sebagai bagian dari era digitalisasi. Apalagi, sistem ini merupakan satu kesatuan dengan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax) dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Sejatinya, aturan terkait hal ini sudah ada Perpres No. 82/2023 tentang Percepatan Transformasi Digital dan Keterpaduan Layanan Digital Nasional, yang di dalamya mengatur soal percepatan GovTech.
“Kebijakan ini juga diharapkan juga bisa menghapus pungutan liar (pungli) dan aksi bawah meja atau setengah kamar yang kerap terjadi,” tukasnya.
Diharapkan GovTech bisa menjadi keterpaduan dari sistem di pemerintahan, sehingga misal mendaftarkan usaha cukup mengakses satu kali sudah bisa digunakan oleh berbagai kementerian. Ini tentu akan lebih memudahkan.
“Kami sebagai pengusaha menyadari bahwa era digital tak terelakkan lagi. Indonesia pun sudah masuk ke era itu. Tinggal sekarang perlu sinkronisasi terhadap berbagai aturan yang ada sehingga tidak tumpang tindih, karena ini juga menyulitkan bagi para pengusaha,” pungkas Diana. (RN)