Jakarta, innews.co.id – Pembangunan infrastruktur yang demikian massif ternyata tak menjamin penurunan biaya logistik. Kemudahan transportasi tak kemudian mampu menurunkan harga-harga barang, terutama kebutuhan pokok.
Seperti diketahui, pembangunan jalan desa cukup massif dilakukan selama satu dasawarsa Pemerintahan Joko Widodo. Menurut data, ada 366 ribu kilometer jalan desa, 1,9 juta meter jembatan desa, 43 bendungan, dan 1,1 juta hektare jaringan irigasi baru, yang dibuat, baik itu jalan yang baru dibuat atau mungkin direnovasi.
“Tentu saja pembangunan jalan desa membawa dampak pada mudah dan cepatnya mobilitas dan transportasi, terutama untuk membawa hasil-hasil pertanian, perkebunan, maupun produk lainnya untuk dipasarkan ke kota. Sayangnya, kemudahan mobilitas tidak lantas secara signifikan mampu menekan biaya logistik. Pada kenyataan masih tinggi dan itu berpengaruh pada harga jual, baik kebutuhan pokok maupun barang-barang lainnya,” kata Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Daerah Khusus Jakarta, dalam keterangan persnya, Sabtu (28/9/2024).
Berkaca pada realita yang ada, bagi Diana, pemerintah harus menganalisa apa yang menyebabkan harga barang masih tinggi. Padahal infrastruktur darat sudah baik, di laut ada tol laut. Dengan biaya logistik yang murah tentu akan mempengaruhi harga jual.
“Pembenahan infrastruktur memang sesuatu yang baik. Hanya saja, itu belum cukup. Apalagi bila ingin meningkatkan daya saing produk-produk pertanian maupun perkebunan. Masih banyak hal yang harus diperbaiki sehingga produk yang dihasilkan tidak saja lebih terjangkau, tapi juga mampu diekspor dengan kemasan yang baik,” ujar pengusaha sukses yang juga CEO Suri Nusantara Jaya Group ini.
Meski demikian, Diana menilai, pembangunan infrastruktur tetap penting dilakukan. Faktanya, masih banyak jalan di daerah yang harus diperbaiki. Juga untuk membuka konektivitas antar-desa. Karenanya, kedepan pembangunan infrastruktur tetap dibutuhkan. Namun, tak kalah penting adalah bagaimana memaksimal penggunaan jalan desa sehingga bisa menekan biaya logistik.
“Pemerintah harus bisa menemukan permasalahan dibalik belum turunnya biaya logistik. Entah karena ada permainan tengkulak atau mungkin ada dugaan monopoli yang dilakukan oleh korporasi besar. Sebab, bila tidak diturunkan, maka daya beli masyarakat akan terus turun. Saat ini saja, warga kelas menengah sudah banyak yang turun menjadi kelas menengah rentan bahkan masuk ke kategori miskin (downtrading). Kondisi ini harus diantisipasi,” seru Founder Toko Daging Nusantara ini.
Diana berharap pemerintah kedepan bisa menyeimbangkan antara pembangunan infrastruktur dengan perputaran roda perekonomian sehingga tercipta ekosistem ekonomi yang berkelanjutan. Selain itu, penting diperhatikan bagaimana menciptakan peluang-peluang ekonomi baru yang bisa dimanfaatkan oleh para pelaku usaha. Investasi harus digalakkan, baik terhadap pengusaha lokal maupun luar negeri yang dibarengi dengan regulasi yang friendly sehingga tercipta pembangunan ekonomi yang berkesinambungan.
Hal lainnya, sambung Diana, pemerintah bisa memangkas aturan-aturan yang dirasa bisa merugikan masyarakat. Misal, kenaikan PPN bagi pembangunan rumah baru, dan lainnya. Penting juga diperhatikan memberi kesempatan luas kepada pelaku UMKM untuk dapat memperoleh akses permodalan dan penguatan jejaring usaha.
“Target pertumbuhan ekonomi 8% butuh keseriusan dan kerja keras dari semua pihak. Karenanya, kolaborasi antara pemerintah dengan pengusaha sangat penting untuk menciptakan iklim usaha yang sehat dalam upaya meningkatkan pendapatan negara,” pungkasnya. (RN)
Be the first to comment