Ketum KADIN Jakarta: Deflasi yang Berlarut Bahayakan Perekonomian Nasional

Ketum KADIN DKI Jakarta, Diana Dewi, tengah memberikan sambutan pada Pembukaan Rapimprov IV KADIN DKI Jakarta

Jakarta, innews.co.id – Selama tiga bulan berturut-turut, Indonesia mengalami deflasi. Data BPS menyebutkan, Mei 2024 angka deflasi sebesar 0,03 persen, Juni 2024 menjadi 0,08 persen, dan meningkat di Juli 2024 sebesar 0,18 persen.

“Terjadinya deflasi yang terus meningkat dalam 3 bulan terakhir patut diwaspadai. Karena artinya, tingkat produksi meningkat yang tidak diimbangi dengan daya beli konsumen atau masyarakat,” kata Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Daerah Khusus Jakarta, Diana Dewi, SE., dalam keterangan persnya, di Jakarta, Rabu (7/8/2024).

Menurutnya, selain peningkatan produksi, faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah turunnya permintaan. Bila kondisi ini dibiarkan terus maka akan berdampak buruk pada korporasi karena aktifitas jual beli melemah.

Diterangkan, deflasi merupakan kondisi yang tidak mengenakkan bagi para pelaku usaha. “Bila deflasi tidak terkendali, muaranya bisa terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). Karena perusahaan sebagai produsen tentu akan merugi, di mana cost produksi tetap sementara income menurun,” jelasnya.

Bahkan lebih jauh lagi, deflasi yang tak kunjung membaik bisa mengakibatkan terjadi resesi korporasi dan mendorong roda perekonomian lambat berputar.

Penyebab lain dari deflasi, kata Founder dan CEO Suri Nusantara Jaya Group ini adalah kebijakan otoritas moneter terkait suku bunga dan lainnya. Ketika suku bunga tinggi, secara tak langsung mendorong masyarakat cenderung lebih memilih menyimpan uangnya di bank karena faktor bunga. Hal ini membuat uang yang beredar di masyarakat semakin sedikit.

Karena itu, Diana menilai, pemerintah harus segera mengambil langkah-langkah konkrit pada kebijakan makro dan sektor riil.

“Pemerintah harus berupaya mendorong daya beli masyarakat meningkat ditengah penurunan harga-harga. Di sisi lain juga, produsen harus menyeimbangkan jumlah barang dengan kebutuhan yang ada, dengan mengerem produksi dan mengalihkan kepada peningkatan pemasaran melalui pemberian diskon atau formula lainnya,” ujar Diana.

Daya beli lemah

Ditambahkannya, pelemahan daya beli masyarakat akan sangat merugikan perusahaan. Disinilah perlu kolaborasi antara pemerintah dengan para pengusaha, baik dari sisi pembenahan regulasi maupun pengetatan produksi.

“Para pengusaha perlu melakukan antisipasi bila kondisi tak juga membaik. Sebab, imbasnya bisa pada pengurangan pegawai atau menurunkan upah minimum yang harus dibayarkan. Ini tentu akan merugikan para pekerja,” imbuh Founder Toko Daging Nusantara Jaya ini.

Secara khusus Ketum KADIN Jakarta meminta para pelaku usaha untuk mereview kembali rencana produksinya (production plan). Bila tidak, maka akan memicu terjadinya kredit macet di bank. Karena deflasi juga bisa menggerus modal perusahaan kepada biaya produksi.

“Deflasi juga berefek domino pada pendapatan negara, yakni pajak. Dengan meruginya produsen barang dan penyedia jasa, otomatis membuat mereka tak bisa membayar pajak sebagaimana saat kondisi normal. Saya berharap deflasi yang terjadi dalam tiga bulan terakhir ini bisa terkontrol sehingga kedepan dapat mengerek kembali kemampuan daya beli masyarakat,” tukasnya. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan