Jakarta, innews.co.id – Belakangan ini ramai dibicarakan fenomena nillioner. Sebuah istilah yang diartikan banyak orang bekerja keras setiap hari, tetapi penghasilannya masih terasa jauh dari cukup untuk menutup biaya hidup.
Faktanya, banyak pekerja pergi pagi dan pulang malam, tapi gaji yang diterima langsung habis untuk biaya hidup yang terus meningkat.
Nillioner bukan hanya tren di media sosial. Istilah ini menggambarkan kondisi nyata, di mana uang datang dan pergi begitu cepat, sementara kesempatan menabung, apalagi berinvestasi nyaris tidak ada.

“Kondisi ini jelas menekan masyarakat dan dunia usaha. Daya beli yang melemah berdampak pada konsumsi, dan pada akhirnya memperlambat pertumbuhan sektor riil,” kata pengusaha sukses Diana Dewi, di Jakarta, Kamis (9/10/2025).
Menurutnya, semakin banyak nillionare akan berdampak luas antara lain, menekan daya beli, memengaruhi konsumsi, dan pada akhirnya ikut menahan laju pertumbuhan ekonomi.
Dikatakannya, kenaikan biaya hidup memang sulit dihindari. Namun, kebijakan upah dan iklim usaha harus dijaga seimbang agar keberlangsungan ekonomi tetap terjaga.
Kemunculan nillioner, bagi dunia usaha menjadi pengingat penting bahwa kebijakan ekonomi harus berjalan seimbang antara keberlangsungan bisnis dan kesejahteraan pekerja. Karena keduanya tidak bisa dipisahkan.
“Kita diingatkan bahwa hanya dengan kolaborasi antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat, kita bisa menciptakan ekonomi yang lebih adil dan tangguh,” yakin Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta ini.
Diana Dewi mengajak semua pihak untuk berkolaborasi dan bersama mencari solusi. “Dengan kolaborasi yang tepat, kita bisa menciptakan ekosistem ekonomi yang lebih sehat, adil, dan tangguh bagi semua pihak,” tukasnya. (RN)












































