Jakarta, innews.co.id – Kian berkurangnya lapangan kerja ditengah derasnya jumlah angkatan kerja menjadi fenomena yang muncul akhir-akhir ini. Nampaknya hal tersebut menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintahan baru, tidak hanya di Jakarta, tapi juga nasional.
Muncul wacana untuk aktif menggelar job fair per tiga bulan sekali, bahkan di setiap kecamatan di Jakarta. Efektifkah?
“Penyelenggaraan job fair tentu disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan. Bisa saja diadakan dengan berganti-ganti kecamatan. Kalau memang (kebutuhannya) cukup banyak, tentu bisa diadakan job fair. Bila sebaliknya, akan sulit diadakan. Karena kebutuhan tenaga kerja berangkat dari demand dulu baru ada supply, bukan sebaliknya,” kata Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri DKI Jakarta, Diana Dewi, dalam keterangan persnya, di Jakarta, Senin (7/10/2024).
Namun, berkaca pada kondisi perekonomian Indonesia (termasuk Jakarta) saat ini yang tidak sedang baik-baik saja, tentu kebutuhan tenaga kerja akan sedikit. Yang banyak terjadi akhir-akhir ini justru pemutusan hubungan kerja (PHK), di mana jumlahnya mencapai ribuan orang.
Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) dari BPS, diketahui, jumlah angkatan kerja di Jakarta pada Februari 2024 sebanyak 5,43 juta orang. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) naik sebesar 2,10 persen poin. Adapun lapangan pekerjaan yang mengalami peningkatan terbesar adalah sektor penyediaan akomodasi dan makan minum. Sebanyak 1,84 juta orang di Jakarta bekerja pada sektor informal. Jumlah pekerja tidak penuh meningkat 199 ribu orang dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di periode yang sama sebesar 6,03 persen.
Diana menjelaskan, job fair merupakan salah satu metode mencari kerja yang bersifat komprehensif. Namun kembali lagi, semua disesuaikan dengan kebutuhan dan persyaratan di suatu perusahaan dan angkatan kerja yang melamar kerja. Bila calon pekerja tidak memenuhi kualifikasi lamaran, tentu tidak akan diterima oleh perusahaan. Karena itu, job fair harus juga diimbangi dengan kompetensi yang dimiliki oleh para calon pekerja.
Job fair umumnya hanya menerima aplikasi lamaran yang kemudian akan ditindaklanjuti dengan berbagai tes masuk yang dilakukan dan disesuaikan dengan standar perusahaan masing-masing.
Dijelaskannya, pengangguran di Jakarta disebabkan banyak faktor. Salah satunya tentu kondisi perekonomian yang belum stabil sehingga korporasi cenderung melakukan pengetatan karyawan. Itu merupakan tuntutan yang rasional bagi perusahaan. Kedua, kompetensi pencari kerja kurang memenuhi kualifikasi kebutuhan perusahaan. Ketiga, Jakarta masih menjadi surga bagi kaum urban yang notabenenya dari sisi pendidikan dirasa kurang memenuhi persyaratan. Keempat, faktor kurikulum di dunia pendidikan yang pada beberapa bagian sepertinya kurang berkolerasi dengan dunia usaha.
Menurutnya, kedepan pemerintah harus berupaya menggiatkan investasi dan memberi kemudahan bagi sektor usaha untuk berkembang.
“Perkembangan dunia bisnis tentu akan didukung oleh penyerapan tenaga kerja. Jangan juga pemerintah malah memaksakan aturan-aturan yang mempersulit ruang gerak berusaha,” seru Founder Toko Daging Nusantara ini.
Hal lainnya, memberi kemudahan akses perbankan. Begitu juga pemerintah harus berupaya menggerakkan UMKM, baik melalui pelatihan maupun mendukung promosi dan pemasaran, baik secara konvensional maupun digital.
“KADIN Daerah Khusus Jakarta terus memberikan perhatian terhadap perkembangan UMKM di Jakarta, baik melalui pelatihan digital maupun menggelar event-event yang mendongkrak pangsa pasar UMKM,” jelas CEO Suri Nusantara Jaya Group ini.
Hal lainnya juga, pemerintah kedepan harus mendorong tercipta pengusaha-pengusaha muda yang bukan saja menguasai teknologi, tapi juga memiliki naluri bisnis yang mumpuni. Dalam hal ini, pemerintah bisa bekerja sama dengan kalangan kampus.
Ditanya soal pentingnya sertifikasi, Diana mengatakan, di zaman sekarang ini sertifikasi dimaksudkan untuk menunjukkan kompetensi dan keahlian yang dimiliki seseorang. Hal ini sangat dibutuhkan, sehingga memudahkan perusahaan melakukan perekrutan. Sertifikasi juga merupakan bentuk pengakuan yang legal terhadap kemampuan seseorang.
Baginya, tidak perlu dikhwatirkan terjadi inflasi tenaga kerja tersertifikasi. Karena kembali lagi itu bergantung pada demand dan stock yang ada. “Bila demand-nya kecil dan stock tenaga kerjanya banyak tentu akan terjadi inflasi. Namun setidaknya dengan tersertifikasi, maka kemampuan seseorang akan diakui,” pungkas Diana Dewi. (RN)