Jakarta, innews.co.id – Persidangan kasus dugaan memberikan sumpah palsu dengan terdakwa Ike Farida, terus bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Di sisi lain, kelompok massa yang menamakan diri Aliansi Pemuda Peduli Hukum (APPIH) menggelar aksi unjuk rasa di depan PN Jakarta Selatan, Senin (7/10/2024). Mereka meminta Majelis Hakim yang menangani perkara ini bertindak profesional dan tidak berpihak.
“Kami dari Aliansi Pemuda Peduli Hukum ingin mengawal perkara ini sampai tuntas. Kami berharap agar Majelis Hakim tidak berpihak dan tidak terpengaruh oleh tekanan dan opini yang dikembangkan terdakwa dan kuasanya,” kata Koordinator Aksi Hasrullah, di lokasi demo.
Dia mengklaim, APPIH telah mengawal kasus ini sejak awal. Menurut dia, terdakwa memang diduga nyata-nyata memberikan sumpah palsu dengan menyuruh kuasanya terkait dengan bukti baru atau novum saat Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA).
“Kami sudah telusuri bahwa ternyata bukti yang diberikan di PK sudah dipakai di tingkat banding dan kasasi, di mana dia melanggar sumpahnya sendiri,” beber Hasrullah.
Sementara itu, sidang perkara tersebut sudah masuk agenda pembacaan eksepsi dari terdakwa atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam nota keberatannya, terdakwa Ike Farida membantah dakwaan Jaksa. Kuasa hukum terdakwa Kamaruddin Simanjuntak mengakui, novum yang diajukan saat PK memang sudah digunakan di tingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi. Hanya saja, Kamaruddin menyebut novum itu diajukan oleh kuasa hukum Ike terdahulu.
“Sudah digunakan saat di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi. Tapi yang mengajukan kuasa hukum terdakwa terdahulu. Kuasa hukum itu kami laporkan ke Peradi dan akan diberi sanksi kode etik,” ujar Kamaruddin.
Dalam dakwaannya, JPU menyatakan bahwa terdakwa telah secara sadar mengetahui bahwa novum berupa Surat BPN Jakarta tanggal 27 November 2015 telah digunakan pada tingkat Pengadilan Negeri Jakarta Selatan 2015, namun terdakwa tetap memasukkan surat BPN tersebut sebagai novum dalam permohonan Peninjauan Kembali. Sebelum permohonan dimasukkan terdakwa telah lebih dahulu membaca dan menyetujui dengan memberi paraf, kemudian kuasa hukumnya mengajukan sebagai novum.
Kasus ini bermula ketika Ike Farida menggugat PT Elite Prima Hutama terkait pembelian unit apartemen. Namun, gugatan itu ditolak mulai dari PN Jakarta Selatan, banding di Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, hingga Kasasi di Mahkamah Agung. Gugatan tersebut ditolak karena tidak terbukti adanya tindakan wanprestasi oleh pengembang, dan alasan pengembang menolak pembuatan PPJB dan AJB şemata-mata karena hukum yang mengharuskan ada perjanjian perkawinan pisah harta bagi WNI yang menikah dengan WNA, dalam hal ini suami terdakwa adalah warga negara Jepang. Ketika pembelian apartemen ke pengembang 2012 perjanjian tersebut tidak ada.
Namun, gugatan Ike Farida baru dikabulkan saat menghadirkan bukti baru atau novum ketika Peninjauan Kembali (PK).
Hanya saja, novum tersebut diduga sudah digunakan pada sidang-sidang sebelumnya hingga membuat Ike dilaporkan atas dugaan memberikan sumpah palsu. Kasus itu membuat Ike ditetapkan sebagai tersangka dan sekarang menjadi terdakwa yang terancam hukuman tujuh tahun penjara. (RN)
Be the first to comment