Mewujudkan Ibu Bangsa bukanlah pilihan, melainkan kewajiban yang mulia demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia
Jakarta, innews.co.id – Faktanya, berapa banyak perempuan yang memikirkan tentang perjuangan yang harus dilakukan bagi kaumnya? Tidak hanya bicara soal kesetaraan, tapi juga eksistensi dan kontribusi nyata bagi bangsa dan negara.
Sejak dibentuk 1928, Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) secara konsisten berjuang demi eksistensi kaum perempuan di Indonesia. Menuju Seabad Indonesia atau dikenal dengan istilah Indonesia Emas 2045, peran Kowani dirasa semakin penting, utamanya dalam mencetak generasi emas.
Selama satu dekade (2014-2024), Dr. Ir. Hj. Giwo Rubianto Wiyogo, M.Pd., telah menunjukkan kepiawaiannya memimpin Kowani. Ditangannya, Kowani seolah disulap menjadi organisasi perempuan yang tangguh dan memiliki peran besar baik di kancah nasional maupun internasional. Suara nyaring Kowani terdengar dalam melawan ketidakadilan, menipiskan stigma buruk, serta memberdayakan kaum perempuan.
“Alhamdulillah, saya bisa menyelesaikan kepemimpinan di Kowani selama 10 tahun dengan baik. Apa yang sudah saya dilakukan dan rintis merupakan legacy yang harus bisa diteruskan oleh pemimpin selanjutnya,” kata Giwo, di sela-sela Kongres XXVI Kowani, di Hotel Tribrata, Jakarta, Rabu (4/12/2024).
Giwo sukses mereproklamirkan kembali bahwa wanita Indonesia sebagai Ibu Bangsa, sesuai keputusan Kongres Perempuan Indonesia II tahun 1935 di Jakarta yang berbunyi, “Kewajiban utama wanita Indonesia menjadi Ibu Bangsa, yang berarti berusaha menumbuhkan generasi baru yang lebih sadar akan kebangsaannya”.
Giwo mengaku, tidak mudah menjalankan roda Kowani saat dipimpinnya. Banyak aral melintang, namun akhirnya tetap bisa diselesaikan.
Di eranya, Kowani resmi berbadan hukum dengan terbitnya Keputusan Menteri Hukim dan HAM RI Nomor: AHU-0000574. AH. 01.07 tahun 2015, tertanggal 21 April 2015 tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Kongres Wanita Indonesia”.
Selama menjadi Ketum Kowani, dirinya menggagas banyak gerakan antara lain, Gerakan Ibu Bangsa Pencegahan dan Percepatan Penurunan Stunting, Gerakan Ibu Bangsa Wakaf Perempuan Indonesia, Gerakan Ibu Bangsa untuk Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, Gerakan Ibu Bangsa Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Gerakan Ibu Bangsa Anti-Zat Adiktif/Rokok, dan lainnya. Giwo juga dikenal menjadi inisiator dan pengusul beberapa tokoh perempuan dan laki-laki menjadi pahlawan nasional yakni, Laksamana Malahayati menjadi Pahlawan Nasional tahun 2017, Roehaba Koeddoes (Pahlawan Nasional 2019) dan R. Rubini Natawisastra (Pahlawan Nasional 2022). Dirinya juga berulang kali mengadakan Kowani Fair yang mengedepankan perempuan pelaku UMKM.
Berbagai kegiatan di mancanegara juga ia jalankan antara lain, Commission on the Status of Women (CSW) ke-60 di New York, Amerika Serikat, 2018 silam. Dirinya juga terpilih sebagai Board of Member National Alliance Council dari Global White Ribbon Alliance yang berpusat di Washinton DC, tahun 2016. Giwo juga terpilih sebagai salah satu Vice President International Council of Women (ICW), dan lainnya.
Lebih jauh Giwo mengatakan, untuk menjalankan peran sebagai Ibu Bangsa, maka perempuan Indonesia dituntut untuk profesional, mandiri, bermartabat, kreatif, berdaya saing visioner, dan berkarakter.
Aset bangsa
Tidak saja sebagai Ibu Bangsa, bagi Giwo, Kowani juga merupakan aset bangsa.
“Sebagai bagian dari warga bangsa, perempuan Indonesia merupakan aset bangsa yang penting. Faktanya, sejak zaman merebut kemerdekaan, perempuan Indonesia telah berperan penting dan memjadi bagian tidak terpisahkan dari negara ini,” jelasnya.
Di sisi lain, Giwo berharap, perempuan Indonesia bisa terus mengasah diri dan meningkatkan kemampuan. Tidak merasa minder atau inferior dibandingkan kaum pria.
Saat ini, sambung Giwo, Kowani merupakan organisasi federasi perempuan yang terbesar dan tertua di Indonesia, mewadahi 111 anggota organisasi di tingkat pusat dengan lebih dari 100 juta anggota perempuan Indonesia.
Dia mengakui, keberhasilan Kowani tidak lepas dari kepemimpinan para pendahulu, mulai dari Lasiyah Soetanto, A. Sulasikin Moerpratomo, Mien sugandi, Enny Busiri Suryowinoto, Inne soekaryo, Linda Agum Gumelar, dan Dewi Motik Pramono. “Terimakasih telah banyak mengukir sejarah panjang Kowani,” seru Giwo.
Dirinya juga menyampaikan terima kasih kepada organisasi-organisasi pendiri Kowani, yaitu Aisyiyah, Taman Siswa, dan Wanita Katolik RI. “Hingga saat ini, Aisyiyah, Taman Siswa, dan Wanita Katolik RI tetap setia bergabung dan aktif berkontribusi dalam Kowani. Keberlanjutan keanggotaan dan komitmen mereka adalah bukti nyata dari dedikasi untuk kemajuan kaum perempuan,” tandasnya.
Giwo berharap Kongres ke-26 tidak hanya menghasilkan rekomendasi yang strategis, tetapi juga dapat Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang lebih sesuai dengan kebutuhan saat ini dan ke depan. Tidak kalah pentingnya adalah memilih siapa yang akan menjadi nahkoda kapal besar ini, yang menjadi Ketua Umum Kowani yang baru.
“Dalam perjalanan ini, tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah. Kita semua memiliki satu niat yang sama, yaitu untuk membawa Kowani, perempuan, dan anak Indonesia ke arah yang lebih baik. Dengan kepemimpinan sosok Ibu Bangsa yang penuh kasih dan dedikasi, Insya Allah Kowani akan semakin kuat dan memberikan manfaat yang lebih besar,” pungkas Giwo. (RN)
Be the first to comment