Jakarta, innews.co.id – Peraturan pelaksanan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yakni Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 yang mengatur pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan tersebut, telah diterbitkan.
Salah satu aspek yang diatur dalam peraturan ini adalah mengenai susu formula. Dalam Pasal 33 melarang produsen atau distributor susu formula Bayi dari melakukan tindakan yang dapat menghalangi pemberian Air susu ibu (ASI) eksklusif.
Terkait hal tersebut, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) DKI Jakarta Diana Dewi, dengan tegas mengatakan, aturan tersebut kurang tepat.
“Larangan promosi susu formula dinilai kurang tepat. Karena promosi merupakan bagian dari memperkenalkan suatu produk kepada khalayak luas. Dan ini merupakan tulang punggu suatu bisnis. Tanpa promosi, bagaimana mungkin sesuatu yang kita hasilkan atau produksi bisa dikenal masyarakat atau calon konsumen,” kata Diana Dewi, dalam keterangan persnya, di Jakarta, Rabu (31/7/2024).
Menurutnya, mungkin niat pemerintah baik, untuk bagaimana menggalakkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) Ekslusif kepada bayi. Ini hal positif, karena ASI Eksklusif dapat membantu mengoptimalkan perkembangan buah hati. ASI mengandung asam lemak yang bermanfaat untuk perkembangan otak maupun fisik bayi. Juga dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh buah hati.
“Namun, harus dipahami bahwa tidak semua perempuan bisa secara kontinu memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya. Banyak faktor yang mempengaruhi ketidakmampuan seorang ibu memberikan ASI kepada bayinya, antara lain, pasokan ASI rendah karena faktor nutrisi yang dikonsumsi juga minim; di ibu sedang dalam tahap pengobatan; ibu yang bekerja atau wanita karir. Faktor lainnya adalah kelelahan atau emosi yang tidak stabil; ibu memiliki penyakit menular, dan sebagainya,” beber Diana.
Karenanya, susu formula menjadi alternatif dan solusi guna agar bayi tetap mendapat asupan yang memadai.
Diana mengatakan, bila ada kekhawatiran ada kandungan-kandungan lain dalam susu formula yang mungkin kurang baik bagi bayi, maka pemerintah harus melakukan pengecekan dan pengontrolan secara massif melalui laboratorium. Dan, kalau ditemukan, produsennya bisa dikenakan sanksi. Tapi bukan berarti harus membatasi promosi susu formula.
Dirinya justru mempertanyakan, apakah pemerintah bisa memaksa para ibu untuk memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya, sementara si ibu sendiri punya banyak kendala atau keterbatasan?
Strategi marketing
Soal promosi susu formula yang dilakukan oleh para influencer, menurut Diana, itu hanya bagian dari strategi marketing saja. “Wajar-wajar saja dipakai publik figur atau pihak yang punya banyak follower. Karena produsen manapun juga tentu menghendaki produknya laris manis.
“Rasanya tidak perlu sampai diatur-atur soal bagaimana strategi marketing suatu perusahaan. Mau produsen susu formula beriklan di media cetak, elektronik, atau online silahkan saja. Yang paling utama diawasi secara ketat kan kandungan dalam susu formula tersebut. Di mana harus sesuai dengan kebutuhan bayi dan mendukung tumbuh kembang anak,” saran CEO Suri Nusantara Jaya Group ini.
Baginya, kalau sampai ada yang memproduksi susu formula dengan kandungan tidak baik, langsung diambil tindakan tegas dan diminta menarik produknya di pasaran.
Diana menegaskan, larangan promosi bagi produk susu formula terlalu berlebihan dan aturannya terkesan terlalu rigid (kaku).
“Intinya, produsen susu formula tentu ingin produknya diminati oleh masyarakat dan itu menjadi solusi bagi sebagian ibu yang mungkin tidak mampu memberikan ASI Eksklusif secara berkelanjutan,” pungkas Diana. (RN)