Jakarta, innews.co.id – Dugaan terjadi pelanggaran HAM berat terhadap Dr. Ike Farida, selama menjalani proses hukum hingga mendekam dibui selama 6 bulan, dilaporkan oleh anaknya didampingi tim kuasa hukum ke Komnas HAM, Kamis (17/4/2025) lalu.
Tim kuasa hukum menduga telah terjadi permufakatan jahat antara salah satu grup pengembang properti dengan oknum aparat penegak hukum, yang diindikasikan telah menyalahgunakan kewenangan dan merugikan hak-hak dasar Farida.
“Perkara Ibu Farida telah dimenangkan oleh pengadilan di tingkat akhir, tapi malah dijebloskan ke penjara selama 6 bulan. Padahal, sejak awal Ike Farida hanya korban yang meminta haknya ke pengembang atas satu unit apartemen yang telah dibayar lunas sejak 13 tahun lalu. Namun, bukan haknya yang, malah dia dikriminalisasi, bahkan sempat dianiaya hingga luka memar di sana sini. Kasusnya pun berakhir di Rutan Pondok Bambu,” terang Ketua Tim Kuasa Hukum Ike Farida Kamaruddin Simanjuntak, dalam keterangan persnya, di Jakarta, Selasa (22/4/2025).
Kamaruddin menguraikan, selama proses penyidikan hingga keluar putusan oleh Majelis Hakim PN Jaksel, banyak pelanggaran yang dilakukan oleh oknum aparat penegak hukum. Salah satunya, diabaikannya perintah Kapolri dalam Surat Perintah Penghentian Penyidikan dan Penuntutan (SP3D) hasil Gelar Perkara Khusus (GPK), yang menyatakan tidak ada unsur mens rea Dr. Ike Farida. Namun, oknum penyidik tetap melanjutkan proses penyidikan.
Bahkan, setelah berkas dikembalikan lebih dari 6 kali oleh pihak kejaksaan dalam kurun 3,5 tahun, secara tiba-tiba berkas menjadi P-21 dan siap untuk dilimpahkan ke penuntutan.
Dijelaskan juga, proses penangkapan yang dilakukan secara paksa dan tidak manusiawi. Menggunakan unsur kekerasan fisik dan mengakibatkan luka lebam di tubuh Farida. “Tindakan itu tidak hanya melanggar prosedur hukum, namun juga menciderai prinsip HAM yang seharusnya dijunjung tinggi aparat penegak hukum dalam menjalankan tugasnya,” tegasnya.
Dipaparkan, selama agenda persidangan indikasi pelanggaran justru terlihat lebih jelas. Dimulai dari jadwal sidang yang panjang dari pagi sampai malam hari dan dilakukan setiap hari hingga Ike sampai muntah-muntah dan jatuh pingsan di tengah jalannya persidangan.
Diungkap pula, selama proses persidangan majelis hakim tampak sangat memihak pelapor dan tidak profesional. Antara lain, banyaknya pasal-pasal dalam hukum acara pidana yang dilanggar. Puncaknya adalah ketika menyampaikan pertanyaan ke saksi ahli yang ternyata mengulas secara langsung kasus dengan cara yang memojokkan Farida beserta tim penasihat hukumnya.
Rangkaian pelanggaran tersebut secara akumulatif menyebabkan Ike Farida harus ditahan di Rutan Pondok Bambu selama 6 bulan. “Klien kami telah mengalami kerugian yang sangat besar, baik secara materiil maupun moril. Kesehatannya terganggu dan mengalami trauma serius,” beber Alya anak Farida.
Upaya kasasi pun ditempuh dan ternyata Mahkamah Agung memutuskan Ike Farida tidak bersalah dan dibebaskan dari setiap tuduhan.
Kuasa Hukum Farida menilai, kemenangannya di tingkat kasasi tidak berarti menggugurkan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pihak pengembang dengan oknum aparat penegak hukum selama proses hukum berlangsung. Terlebih Farida telah mengalami kerugian yang sangat besar, bahkan sampai harus mendekam dipenjara atas fitnah yang sama sekali tidak pernah dilakukannya.
“Kami telah menemukan keadilan di tingkat kasasi. Namun, pelanggaran-pelanggaran yang menimpa klien kami tidak berarti dapat dilupakan begitu saja. Bayangkan, berapa besar kerugian klien kami akibat tindak kesewenang-wenangan sampai harus dipenjara,” tukas Kamaruddin.
Karenanya, tim penasihat hukum melaporkan serangkaian indikasi pelanggaran dan perampasan HAM berat yang dialami Ike Farida. (RN)