Jakarta, innews.co.id – Kunci keberhasilan pemberantasan korupsi adalah partisipasi penuh semua lapisan masyarakat, termasuk gereja.
Hal tersebut dikatakan, Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Dr. Pahala Nainggolan, narasumber dalam seminar dan gerakan antikorupsi seri II bertajuk “Penguatan Pendidikan Antikorupsi di Gereja dan Sekolah Tinggi Theologia”, yang diinisiasi oleh Forum Komunikasi Alumni Kristiani Universitas Indonesia (Forkom AKUI), di Gereja Kristen Indonesia Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (26/10/2024) lalu.
“Gereja harus berani menanyakan asal/sumber persembahan atau sumbangan uang dalam jumlah tertentu dari jemaat. Lembaga-lembaga pendidikan tinggi ditantang membuat kebijakan sanksi berat (dikeluarkan) kepada mahasiswa dan dosen yang menyontek dan plagiat. Ini bisa dipraktikkan mulai dari universitas-universitas Kristen dan Sekolah-sekolah Tinggi Teologia. Inilah contoh tindakan konkrit dan nyata dapat diwujudkan dari pendidikan antikorupsi,” kata Pahala.
Secara terbuka, Pimpinan KPK periode 2015-2019 Saut Situmorang, melukiskan betapa seriusnya kerusakan nilai-nilai dan mentalitas serta praktik koruptif pejabat penyelenggara negara di lembaga-lembaga pemerintah, tidak terkecuali KPK sendiri.
Di sisi lain gereja diingatkan tugasnya untuk sebagai garam dan terang dunia, bukannya digarami dan diterangi oleh dunia.
“Gereja melawan korupsi harus terus disuarakan ke umat secara konsisten di mimbar-mimbar gereja dengan memberikan zero tolerance terhadap korupsi yang dapat dilakukan oleh gereja, pendeta, dan umatnya,” kata Pdt. Jimmy Sormin, Sekretaris Eksekutif Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan PGI.
Narasumber lain Yonky Karman, Ph.D., Dosen STFT Jakarta mengkritik keras. Katanya, secara fakta gereja dan lembaga pendidikan teologi hanya sayup-sayup melawan praktik-praktik korup, bahkan cenderung tidak peduli. “Umat Kristiani berpikir bahwa korupsi bukanlah masalah gereja dan sudah merasa cukup jika sudah mendoakan pemerintah,” tukasnya.
Menurut Ketua Panitia Saut Turnip, kegiatan ini diikuti lebih dari 200 peserta (onsite dan zoom), termasuk rohaniwan, mahasiswa, akademisi, pegiat antikorupsi, dan perwakilan beberapa organisasi masyarakat.
Pada bagian lain, Kabid Diklat Forkom AKUI, Mary Monalisa Nainggolan, S.Psi., M.Pd., mengingatkan kembali Ikrar dan Seruan Antikorupsi yang ditandatangani dan didukung peserta seminar antikorupsi Seri I setahun lalu, 28 Oktober 2023.
“Forkom AKUI mengajak umat Kristiani sebagai bagian integral masyarakat Indonesia untuk terlibat aktif dalam program tindak lanjut giat antikorupsi yang akan datang,” seru Monalisa yang juga seorang psikolog ternama ini.
Dengan berlangsungnya seminar dan gerakan antikorupsi seri II ini, lanjutnya, Forkom AKUI berharap bahwa gereja-gereja dan sekolah-sekolah tinggi teologia dapat membuat desain penguatan pendidikan antikorupsi yang integratif di gereja dan di kampus STT.
“Kita punya Permendikti No. 33 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi. Dan, STT sebagai lembaga pendidikan tinggi keagamaan merupakan bagian dari perguruan tinggi tersebut. Sayangnya hasil survei menunjukkan sebagian besar STT belum mengimplementasikan muatan pendidikan antikorupsi,” ungkap Monalisa Nainggolan. (RN)
Be the first to comment