Jakarta, innews.co.id – Sidang perkara pidana dugaan sumpah palsu dengan terdakwa Ike Farida berlanjut dengan agenda bantahan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas eksepsi (pembelaan) dari terdakwa Ike Farida di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Senin, 14/10/2024.
Dalam bantahannya, JPU tetap bersikukuh pada dakwaannya yang menyatakan bahwa dugaan tindak pidana yang dilakukan Ike Farida dimulai ketika terdakwa memimpin rapat khusus di kantornya untuk membahas memori peninjauan kembali (PK). Ia juga memberikan surat kuasa khusus kepada Nurindah MM Simbolon dan Putri Mega Citakhaya pada Februari 2020 lalu.
Terdakwa Ike Farida menyetujui agar bukti baru (Novum) disampaikan di PN Jaksel. Pasalnya, terdakwa mengetahui bukti baru itu sudah pernah digunakan pada perkara sebelumnya. Dari peristiwa itulah unsur kesengajaan memberikan sumpah palsu terpenuhi.

Di luar persidangan sempat terjadi ketegangan antara massa yang menamakan diri Aliansi Pemuda Peduli Hukum (APPIH) dengan kuasa hukum terdakwa Ike Farida, Kamaruddin Simanjuntak. Kamarudin mendatangi massa aksi dan sempat mendorongkan tangan dengan gestur memukul ke juru bicara APPIH.
Dalam pernyataannya juru bicara massa APPIH, Bram menyayangkan sikap arogansi Kamaruddin Simanjuntak selaku kuasa hukum Ike Farida, karena aksi APPIH merupakan bagian dari kebebasan berpendapat di muka umum yang dijamin oleh Undang-Undang No. 9 Tahun 1998.
“Kami sedang mempertimbangkan untuk melaporkan kekerasan yang dilakukan oleh Kamaruddin tersebut. Ia juga sempat membubarkan secara paksa massa aksi APPIH yang berlangsung,” ujar Bram.

Lebih lanjut, Bram menegaskan dirinya mendukung dakwaan JPU terhadap terdakwa Ike Farida dan meminta Majelis Hakim tidak ragu untuk menjatuhkan hukuman sesuai pasal 242 KUHP karena perbuatan terdakwa menyuruh dan memberikan persetujuan kepada kuasa hukumnya Nurindah MM Simbolon untuk menyatakan sumpah dihadapan pengadilan pada Mei 2020, nyata-nyata adalah suatu kesengajaan.
“Terdakwa Ike Farida ini adalah seorang Doktor Hukum yang memahami hukum secara mendalam, bukan orang sembarangan. Jadi tidak masuk akal jika dia tidak mengetahui kalau novum yang digunakan kuasanya terdahulu merupakan bukti yang pernah digunakan pada perkara terdahulu,” tandas Bram.
Sementara itu dalam ruang sidang diwarnai oleh massa pendukung terdakwa Ike dengan menggunakan seragam berwarna merah dan kuning berisi dukungan kepada Ike.
Tidak berapa lama setelah sidang dimulai hadir pula massa pendukung dakwaan JPU yang mengenakan kaos berwarna biru bertuliskan, ‘Tegakkan Hukum’, ‘Sumpah Palsu itu Jahat’. Massa yang terdiri dari beberapa orang perempuan cantik ini menamakan dirinya Solidaritas Muda Peduli Hukum (SMPH).

Menurut juru bicara SMPH, Syarifah, dalam kasus ini sebenarnya sejak 2012 pengembang sudah beritikad baik untuk menyelesaikan masalah dengan terdakwa Ike, yaitu dengan menawarkan pengembalian uang, namun ditolak oleh terdakwa. Sebaliknya, terdakwa malah melaporkan pengembang ke polisi, namun akhirnya tidak cukup bukti dan kasus dihentikan.
“Dari peristiwa tersebut terlihat bahwa terdakwa Ike tidak berniat baik untuk menyelesaikan masalah ini, sehingga harus berujung menjadi pidana sumpah palsu,” pungkas Syarifah.
Sementara itu, kuasa hukum Ike Farida kepada awak media mengakui bahwa Novum bukti Peninjauan Kembali yang diajukan 2020 memang sudah pernah digunakan dan sudah dinyatakan dalam sumpah di hadapan persidangan PN Jaksel, namun sumpah itu diwakili kuasa hukumnya terdahulu.
“Karena yang menghadap sumpah diwakili oleh Kuasa Ike Farida, maka yang bertanggungjawab atas sumpah palsu bukan adalah kuasanya terdahulu bukan Ike Farida,” jelas Kamaruddin Simanjuntak. (RN)
Mahasiswa yang ditanya dari universitas mahasiswa dan jurusan ilmu mahasiswa, ga tau mens reanya dimana dan actus reusnya apa