Jakarta, innews.co.id – Implementasi UU Cipta Kerja dinilai belum sepenuhnya memgakomodir kepentingan dunia usaha, utamanya dalam hal perizinan. Pemerintah didorong untuk mengevaluasi UU Cipta Kerja dan melihat sejauh mana di tataran implementasinya.
“Implementasi UU Cipta Kerja ini masih butuh waktu. Kami mendukung keinginan pemerintah dalam mendorong investasi yang lebih massif lagi. Dengan masuknya investasi dan tumbuhnya ekosistem bisnis yang sehat, maka angkatan kerja di Indonesia dapat terserap maksimal,” kata Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta, Diana Dewi, dalam keterangan persnya, di Jakarta, Selasa (5/11/2024).
Diana menilai, menggalakkan investasi merupakan bagian penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, mencapai 8% sesuai target Presiden Prabowo.
Ditanya soal ketenagakerjaan, salah satu pasal yang digugat ke Mahkamah Konstitusi, Founder Toko Daging Nusantara ini menjelaskan, sebelumnya kan ada UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Lalu dirubah dengan memasukkan pada UU Cipta Kerja. “Sekarang mau dibuat UU tersendiri. Itu artinya, kita hanya berkutat pada itu-itu saja, tidak bergerak maju,” kritik Diana.
Dia melihat masalah ketenagakerjaan terus menjadi polemik yang gak ada habisnya. Bolak-balik begitu terus. “Bagaimana kita mau jadi negara maju kalau mengurus tenaga kerja saja kita belum mampu,” tegasnya.
CEO Suri Nusantara Jaya Group ini menegaskan, sebagai pelaku usaha, pihaknya ikut saja, mau dibuat UU tersendiri atau digabung dalam UU Cipta Kerja, silahkan saja. Yang pentingkan isinya bagaimana.
“Kami justru miris kalau melihat harus bolak-balik begitu terus. Itu menjadi cermin, pembuatan UU Cipta Kerja ini terburu-buru dan tidak melibatkan banyak pihak, terutama kalangan pengusaha. Kalau sudah ada di UU Cipta Kerja, buat apa dibuat UU baru lagi yang sejenis?” tanyanya.
Diana menekankan, ketika negara-negara lain menerapkan fleksibilitas ketenagakerjaan, Indonesia justru terkesan mempersulit dengan banyaknya permintaan.
UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, lanjut Diana, sudah cukup mengakomodir banyak hal. Hanya saja mungkin perlu diperbarui sehingga bisa update dengan perkembangan dunia ketenagakerjaan saat ini.
Poin-poin yang harus dimasukkan, kata dia, tentu segala hal yang terkait dengan ketenagakerjaan, termasuk gig economy atau gig worker. Seperti dipahami, gig worker adalah pekerja tidak tetap berdasarkan proyek atau dengan jangka waktu tertentu. Umumnya, kontrak pekerja gig bersifat jangka pendek, temporer, atau satu kali proyek putus. Di mana ciri-ciri pekerja gig ditandai dengan pekerjaan bersifat independen, kerja temporer, berdasarkan proyek jangka pendek, serta jadwal dan ruang kerja yang relatif fleksibel.
Juga masalah bipartit dan tripartit terkait hubungan industrial yang harus disesuaikan dengan perkembangan yang ada sehingga bisa menjadi solusi ketika muncul persoalan ketenagakerjaan. (RN)