Jakarta, innews.co.id – Saat ini, proyek-proyek transisi energi dan proyek berkelanjutan, baik di Jakarta khususnya maupun Indonesia pada umumnya, berkembang pesat.
Akses pendanaan yang diperoleh selama ini berasal dari pembiayaan inovatif yang diinisiasi oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Juga kerja sama internasional, salah satunya melalui program Asia Zero Emission Community (AZEC), di mana Indonesia mendapatkan pendanaan untuk 34 proyek transisi energi.
Akses lainnya melalui Just Energy Transition Partnership (JETP) dan pendanaan untuk proyek energi terbarukan, seperti panas bumi, Battery Storage System (BSS), dan pengembangan hidrogen dan amonia bagi industri pupuk.
“Sejauh ini dalam pengamatan kami, ada sejumlah kendala yang dihadapi pada proyek-proyek tersebut, antara lain: masih terbatasnya akses pendanaan karena kebanyakan proyek-proyek tersebut bersifat high risk (risiko tinggi) dan tidak memiliki jaminan yang cukup,” kata Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) DKI Jakarta, Diana Dewi, dalam keterangan persnya di Jakarta, Kamis (17/4/2025).
Hal lainnya, sambung Diana, ada ketergantungan besar pada pendanaan luar negeri, sehingga menyulitkan Indonesia untuk melakukan transisi energi. Juga keterbatasan kapasitas institusi, baik pemerintah maupun swasta dalam mengelola proyek transisi energi yang masih terbatas dan berpotensi menghambat akses pendanaan.
“Kita perlu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan proyek transisi energi agar dapat meningkatkan kepercayaan investor. Juga mengembangkan kerangka kebijakan yang mendukung transisi energi, seperti kepastian hukum dan meminimalisir risiko investasi. Dan, menciptakan keadilan ekologis dan tidak menimbulkan dampak negatif pada lingkungan,” ujar Diana.
Terkait kemungkinan memakai pendanaan dari pasar modal, CEO Suri Nusantara Jaya ini mengatakan, tentu saja bisa. Bahkan, kedepan hal tersebut bisa lebih menarik ditengah fluktuasi geopolitik. Disampaikan beberapa model pendanaan dari pasar modal yang bisa digunakan seperti: green bond, sustainability bond, investasi saham, dan crowdfunding.
Menurutnya, ketertarikan menggunakan pendanaan pasar modal karena mengurangi pendanaan secara fresh money, meningkatkan transparansi, dan sumber pendanaannya lebih luas. Sayangnya, akses pendanaan demikian memiliki kelemahan karena masih minimnya regulasi.
Diana menjelaskan, beberapa cara perbankan dan nonbank agar ekspansi bisnis transisi energi bisa meningkatkan antara lain: terus mengembangkan produk keuangan berkelanjutan; meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan berkelanjutan; mengembangkan kerja sama dengan stakeholder, seperti pemerintah, perusahaan, dan organisasi pengusaha seperti KADIN.
Selain itu, meningkatkan kapasitas dan keahlian dalam bidang keuangan berkelanjutan. Dan, mengembangkan inovasi keuangan, seperti fintech dan blockchain, dapat membantu meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan keuangan berkelanjutan. (RN)