Jakarta, innews.co.id – Peringatan Hari Kartini 2025 merupakan momentum penting untuk merefleksi perjuangan emansipasi yang digagas oleh Raden Ajeng Kartini.
Untuk mengenang jasa-jasa Kartini, Presiden Soekarno melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, menetapkan 21 April sebagai Hari Kartini.
Dalam perjalanannya, masih banyak tantangan yang dihadapi dalam rangka optimalisasi emansipasi, seperti kesenjangan gender, kekerasan fisik dan psikologis, keterbatasan akses, dan lainnya.
“Beban ganda masih menjadi masalah bagi perempuan. Disamping sebagai pekerja juga pengasuh keluarga. Ini seringkali berdampak pada karir mereka,” kata Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi Partai Gerindra, Hj. Jamilah Abdul Gani, SH., M.Kn., dalam keterangan persnya memperingati Hari Kartini 2025, di Jakarta, Senin (21/4/2025).
Tak hanya itu, lanjutnya, masih maraknya kekerasan berbasis gender, tidak saja secara langsung, bahkan melalui media-media sosial. “Perempuan lebih rentan mengalami kekerasan dan pelecehan di media sosial,” tutur Koordinator Presidium Forhati Nasional ini.
Keterbatasan akses pendidikan menjadi tantangan kaum perempuan lainnya. Demikian juga akses yang terbatas terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas. Belum lagi masih banyak perempuan yang gagap teknologi.
“Tantangan lainnya terkait pernikahan dini, di mana anak perempuan banyak jadi korban di sejumlah daerah. Belum lagi soal stunting dan eksploitasi anak perempuan, yang kesemuanya bermuara pada tuntutan ekonomi,” urai Sekretaris Jenderal Ikatan Alumni Kenotariatan Universitas Diponegoro (IKANOT Undip) ini.
Pemberdayaan perempuan
Lebih jauh politisi Partai Gerindra ini mengatakan bahwa pemberdayaan perempuan menjadi salah satu kunci optimalisasi emansipasi perempuan. Menurutnya, ada 5 komponen pemberdayaan perempuan yakni, rasa harga diri perempuan, hak perempuan untuk untuk memiliki dan menentukan pilihan, hak untuk memiliki akses terhadap peluang dan sumber daya, hak untuk memiliki kekuatan dalam mengendalikan kehidupan mereka
sendiri, baik di dalam maupun di luar rumah, dan kemampuan untuk mempengaruhi arah kehidupan sosial.
“Sejauh ini, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk memberdayakan perempuan, seperti meningkatkan partisipasi mereka dalam kegiatan ekonomi, pendidikan, dan pengambilan keputusan, serta memastikan perlindungan hukum dan sosial. Ini termasuk target keterwakilan 30% perempuan di legislatif dan memastikan akses pendidikan yang setara,” urai Owner Perumahan Jameela Village ini.
Sudah menjadi rahasia umum banyak perempuan berkiprah di sektor UMKM. Jamilah mendorong pemerintah untuk proaktif membantu memperluas bisnis para perempuan, terutama memberikan arahan dan advokasi. Juga ikut membantu mempromosikan atau bahkan sekadar membeli dan menggunakan produk mereka.
Selain itu, membantu meningkatkan inovasi dan kreativitas dalam bisnis serta memperkuat hubungan antara pelaku UMKM dengan pemerintah dan masyarakat. Baginya, satu hal sederhana dapat sangat bermakna nilainya.
Jamilah mengatakan, untuk memajukan dan mengangkat derajat perempuan Indonesia ada beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain, peningkatan akses pendidikan, pemberdayaan ekonomi, dan perubahan perilaku sosial. Demikian juga menghadirkan pendidikan yang baik sebagai kunci untuk membuka peluang dan kesempatan bagi perempuan. Di sisi lain, pemberdayaan ekonomi bisa membantu kaum perempuan untuk mandiri dan berkontribusi pada keluarga serta masyarakat.
“Kita juga membutuhkan perubahan sikap sosial, termasuk menghilangkan diskriminasi dan stereotip. Juga sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang lebih adil dan inklusif bagi perempuan,” pungkasnya.
Dirinya yakin, dengan menjawab berbagai tantangan tersebut, maka pemerataan emansipasi perempuan di Indonesia akan tercipta hingga ke pelosok negeri. (RN)