Jakarta, innews.co.id – Polemik TNI melakukan pengamanan di Kejaksaan jangan dikonotasikan sebagai bentuk pelanggaran UU. Justru, itu menjadi amanah dari Konstitusi.
“TNI punya kapasitas untuk mendukung kinerja Kejaksaan. Ada atau tidaknya memorandum of undestanding (MoU) antara kedua lembaga pun, memang itu menjadi kewenangan TNI. Jangan dikonotasikan secara negatif,” kata Dr. Rudyono Darsono Ketua Dewan Pembina Yayasan Universitas 17 Agustus 1945 (UTA) Jakarta, yang dikutip dari podcast-nya, Minggu (18/5/2025).
Hal tersebut diperkuat dengan keberadaan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer. Artinya, TNI juga harus berperan memberi pengamanan terhadap Kejaksaan.
Rudyono mengingatkan, jangan mencampurkan adukkan kepentingan pribadi, politik atau pihak-pihak yang mensponsori argumen penolakan tersebut. “Banyak orang-orang bayaran yang tujuannya mengacaukan dan membuat rakyat kita tetap bodoh melalui statement-statement yang tidak keruan,” tukasnya.
Akademisi senior ini melihat ada indikasi bahwa apapun yang dilakukan oleh TNI untuk menperbaiki bangsa ini sepertinya salah di mata oknum-oknum ‘bayaran’ tersebut. Bahkan lebih jauh lagi terendus ada institusi yang sangat takut bahwa tempat mereka yang mungkin selama ini dipakai untuk mencari cuan dengan menyalahi kewenangan jadi terkikis dengan satu institusi lain yang faktanya jauh lebih bersih dan dipercaya oleh rakyat.
“Saya menilai TNI masih menjadi institusi yang selalu memegang teguh kewibawaan korpsnya. Karena mereka yang berpangkat Jenderal sekalipun, kalau salah ya dihukum,” tegas Rudyono.
Dijelaskan, sekalipun berperan mengamankan Kejaksaan, namun TNI tetap netral. Karena memang TNI tidak termasuk penegak hukum.
“Tapi mereka harus menjaga penegak hukum sipil agar mempunyai kekuatan yang sama dengan yang lainnya. “Saya melihat pemikiran Presiden Prabowo sangat cerdas dengan menempatkan TNI untuk menjaga Kejaksaan. Dengan begitu, maka meminimalisir ketimpangan. Terlebih saat ini di mana Kejaksaan tengah gencar-gencarnya membersihkan korupsi di segala bidang agar tidak mendapat hambatan seperti terjadi pada kasus PT Timah,” tuturnya.
Harus dipahami, kata Rudyono, para koruptor ini tidak mungkin beraksi kalau tidak ada yang membeking. Namun, bekingnya sendiri tidak pernah tersentuh hukum.
Dirinya mendorong Presiden Prabowo Subianto mengambil langkah-langkah extra ordinary untuk menjamin penegakkan hukum yang maksimal di negeri ini. “Pondasi sebuah bangsa ada di sistem penegakkan hukumnya. Pemberantasan korupsi adalah salah satu dari visi Asta Cita nomor 7. Biarkan Pak Prabowo menjalankan visinya untuk mensejahterakan dan mencerdaskan bangsa Indonesia,” imbuhnya.
KPK dibubarkan?
Lebih jauh Rudyono mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lebih baik dibubarkan saja.
“KPK ibaratnya sudah jadi ‘tempat sampah’. Dulu, pembentukan KPK disinyalir karena kegagalan dari kepolisian dan Kejaksaan dalam memberantas koruptor. Tapi faktanya, KPK sekarang diduduki oleh para ‘parcok’. Ini kan aneh juga,” ungkapnya heran.
Secara gamblang Rudyono mengatakan, saat ini kepercayaan kepada kepolisian sudah sampai pada titik nadir, terutama dari kaum intelektual.
Upaya menangkal para koruptor juga berkaitan dengan RUU Perampasan Aset. “Ini jangan sampai menjadi produk industri hukum baru yang bisa digunakan oleh penegak hukum untuk melakukan pemerasan. Karenanya, harus dibersihkan dulu mulai dari pemimpin sampai personil penegak hukumnya,” serunya..
Baginya, penegakkan hukum tidak bisa dengan kata-kata (bacot) semata, karena ada regulasi yang harus ditaati dan ditegakkan dengan benar. Bukan malah melakukan perampasan aset untuk dikembalikan ke negara, tapi malah aset tersebut menguap entah kemana dan dijadikan bancakan dari penegak hukum untuk dibagi-bagi. (RN)